Selamat Datang di personal weblog Triyani

Selamat Membaca semoga bermanfaat. Untuk kritik, saran dan pertanyaan lebih lanjut silahkan email ke triyani08@yahoo.com
Silahkan Kunjungi Blog yang lebih Up to date di http://triyani.wordpress.com

Kamis, Desember 30, 2004

Gunung Jangan Pula Meletus

Rabu, 29 Desember 2004
Gunung Jangan Pula Meletus
Oleh Emha Ainun Nadjib


KHUSUS untuk bencana Aceh, saya terpaksa menemui Kiai Sudrun. Apakah kata mampu mengucapkan kedahsyatannya? Apakah sastra mampu menuturkan kedalaman dukanya? Apakah ilmu sanggup menemukan dan menghitung nilai-nilai kandungannya?

Wajah Sudrun yang buruk dengan air liur yang selalu mengalir pelan dari salah satu sudut bibirnya hampir membuatku marah. Karena tak bisa kubedakan apakah ia sedang berduka atau tidak. Sebab, barang siapa tidak berduka oleh ngerinya bencana itu dan oleh kesengsaraan para korban yang jiwanya luluh lantak terkeping- keping, akan kubunuh.

"Jakarta jauh lebih pantas mendapat bencana itu dibanding Aceh!," aku menyerbu.
"Kamu juga tak kalah pantas memperoleh kehancuran," Sudrun menyambut dengan kata- kata yang, seperti biasa, menyakitkan hati.

"Jadi, kenapa Aceh, bukan aku dan Jakarta?"
"Karena kalian berjodoh dengan kebusukan dunia, sedang rakyat Aceh dinikahkan dengan surga."
"Orang Aceh-lah yang selama bertahun-tahun terakhir amat dan paling menderita dibanding kita senegara, kenapa masih ditenggelamkan ke kubangan kesengsaraan sedalam itu?"

"Penderitaan adalah setoran termahal dari manusia kepada Tuhannya sehingga derajat orang Aceh ditinggikan, sementara kalian ditinggalkan untuk terus menjalani kerendahan."

"Termasuk Kiai...."
Cuh! Ludahnya melompat menciprati mukaku. Sudah biasa begini. Sejak dahulu kala. Kuusap dengan kesabaran.
"Kalau itu hukuman, apa salah mereka? Kalau itu peringatan, kenapa tidak kepada gerombolan maling dan koruptor di Jakarta? Kalau itu ujian, apa Tuhan masih kurang kenyang melihat kebingungan dan ketakutan rakyat Aceh selama ini, di tengah perang politik dan militer tak berkesudahan?"

Sudrun tertawa terkekeh-kekeh. Tidak kumengerti apa yang lucu dari kata-kataku. Badannya terguncang-guncang.
"Kamu mempersoalkan Tuhan? Mempertanyakan tindakan Tuhan? Mempersalahkan ketidakadilan Tuhan?" katanya.
Aku menjawab tegas, "Ya."
"Kalau Tuhan diam saja bagaimana?"
"Akan terus kupertanyakan. Dan aku tahu seluruh bangsa Indonesia akan terus mempertanyakan."
"Sampai kapan?"
"Sampai kapan pun!"
"Sampai mati?"
"Ya!"
"Kapan kamu mati?"
"Gila!"
"Kamu yang gila. Kurang waras akalmu. Lebih baik kamu mempertanyakan kenapa ilmumu sampai tidak mengetahui akan ada gempa di Aceh. Kamu bahkan tidak tahu apa yang akan kamu katakan sendiri lima menit mendatang. Kamu juga tidak tahu berapa jumlah bulu ketiakmu. Kamu pengecut. Untuk apa mempertanyakan tindakan Tuhan. Kenapa kamu tidak melawanNya. Kenapa kamu memberontak secara tegas kepada Tuhan. Kami menyingkir dari bumiNya, pindah dari alam semestaNya, kemudian kamu tabuh genderang perang menantangNya!"

""Aku ini, Kiai!" teriakku, "datang kemari, untuk merundingkan hal-hal yang bisa menghindarkanku dari tindakan menuduh Tuhan adalah diktator dan otoriter...."

Sudrun malah melompat- lompat. Yang tertawa sekarang seluruh tubuhnya. Bibirnya melebar-lebar ke kiri-kanan mengejekku.
"Kamu jahat," katanya, "karena ingin menghindar dari kewajiban."
"Kewajiban apa?"
"Kewajiban ilmiah untuk mengakui bahwa Tuhan itu diktator dan otoriter. Kewajiban untuk mengakuinya, menemukan logikanya, lalu belajar menerimanya, dan akhirnya memperoleh kenikmatan mengikhlaskannya. Tuhan-lah satu-satunya yang ada, yang berhak bersikap diktator dan otoriter, sebagaimana pelukis berhak menyayang lukisannya atau merobek-robek dan mencampakkannya ke tempat sampah. Tuhan tidak berkewajiban apa- apa karena ia tidak berutang kepada siapa-siapa, dan keberadaanNya tidak atas saham dan andil siapa pun. Tuhan tidak terikat oleh baik buruk karena justru Dialah yang menciptakan baik buruk. Tuhan tidak harus patuh kepada benar atau salah, karena benar dan salah yang harus taat kepadaNya. Ainun, Ainun, apa yang kamu lakukan ini? Sini, sini..."-ia meraih lengan saya dan menyeret ke tembok-"Kupinjamkan dinding ini kepadamu...."

"Apa maksud Kiai?," aku tidak paham.
"Pakailah sesukamu."
"Emang untuk apa?"
"Misalnya untuk membenturkan kepalamu...."
"Sinting!"
"Membenturkan kepala ke tembok adalah tahap awal pembelajaran yang terbaik untuk cara berpikir yang kau tempuh."
Ia membawaku duduk kembali.
"Atau kamu saja yang jadi Tuhan, dan kamu atur nasib terbaik untuk manusia menurut pertimbanganmu?," ia pegang bagian atas bajuku.

"Kamu tahu Muhammad?", ia meneruskan, "Tahu? Muhammad Rasulullah shallallahu 'alaihi wa alihi wasallah, tahu? Ia manusia mutiara yang memilih hidup sebagai orang jelata. Tidak pernah makan kenyang lebih dari tiga hari, karena sesudah hari kedua ia tak punya makanan lagi. Ia menjahit bajunya sendiri dan menambal sandalnya sendiri. Panjang rumahnya 4,80 cm, lebar 4,62 cm. Ia manusia yang paling dicintai Tuhan dan paling mencintai Tuhan, tetapi oleh Tuhan orang kampung Thaif diizinkan melemparinya dengan batu yang membuat jidatnya berdarah. Ia bahkan dibiarkan oleh Tuhan sakit sangat panas badan oleh racun Zaenab wanita Yahudi. Cucunya yang pertama diizinkan Tuhan mati diracun istrinya sendiri. Dan cucunya yang kedua dibiarkan oleh Tuhan dipenggal kepalanya kemudian kepala itu diseret dengan kuda sejauh ratusan kilometer sehingga ada dua kuburannya. Muhammad dijamin surganya, tetapi ia selalu takut kepada Tuhan sehingga menangis di setiap sujudnya. Sedangkan kalian yang pekerjaannya mencuri, kelakuannya penuh kerendahan budaya, yang politik kalian busuk, perhatian kalian kepada Tuhan setengah-setengah, menginginkan nasib lebih enak dibanding Muhammad? Dan kalau kalian ditimpa bencana, Tuhan yang kalian salahkan?"

Tangan Sudrun mendorong badan saya keras-keras sehingga saya jatuh ke belakang.
"Kiai," kata saya agak pelan, "Aku ingin mempertahankan keyakinan bahwa icon utama eksistensi Tuhan adalah sifat Rahman dan Rahim...."

"Sangat benar demikian," jawabnya, "Apa yang membuatmu tidak yakin?"
"Ya Aceh itu, Kiai, Aceh.... Untuk Aceh-lah aku bersedia Kiai ludahi."
"Aku tidak meludahimu. Yang terjadi bukan aku meludahimu. Yang terjadi adalah bahwa kamu pantas diludahi."
"Terserah Kiai, asal Rahman Rahim itu...."
"Rahman cinta meluas, Rahim cinta mendalam. Rahman cinta sosial, Rahim cinta lubuk hati. Kenapa?"
"Aceh, Kiai, Aceh."
"Rahman menjilat Aceh dari lautan, Rahim mengisap Aceh dari bawah bumi. Manusia yang mulia dan paling beruntung adalah yang segera dipisahkan oleh Tuhan dari dunia. Ribuan malaikat mengangkut mereka langsung ke surga dengan rumah-rumah cahaya yang telah tersedia. Kepada saudara- saudara mereka yang ditinggalkan, porak poranda kampung dan kota mereka adalah medan pendadaran total bagi kebesaran kepribadian manusia Aceh, karena sesudah ini Tuhan menolong mereka untuk bangkit dan menemukan kembali kependekaran mereka. Kejadian tersebut dibikin sedahsyat itu sehingga mengatasi segala tema Aceh Indonesia yang menyengsarakan mereka selama ini. Rakyat Aceh dan Indonesia kini terbebas dari blok-blok psikologis yang memenjarakan mereka selama ini, karena air mata dan duka mereka menyatu, sehingga akan lahir keputusan dan perubahan sejarah yang melapangkan kedua pihak".

"Tetapi terlalu mengerikan, Kiai, dan kesengsaraan para korban sukar dibayangkan akan mampu tertanggungkan."
"Dunia bukan tempat utama pementasan manusia. Kalau bagimu orang yang tidak mati adalah selamat sehingga yang mati kamu sebut tidak selamat, buang dulu Tuhan dan akhirat dari konsep nilai hidupmu. Kalau bagimu rumah tidak ambruk, harta tidak sirna, dan nyawa tidak melayang, itulah kebaikan; sementara yang sebaliknya adalah keburukan- berhentilah memprotes Tuhan, karena toh Tuhan tak berlaku di dalam skala berpikirmu, karena bagimu kehidupan berhenti ketika kamu mati."

"Tetapi kenapa Tuhan mengambil hamba-hambaNya yang tak berdosa, sementara membiarkan para penjahat negara dan pencoleng masyarakat hidup nikmat sejahtera?"

"Mungkin Tuhan tidak puas kalau keberadaan para pencoleng itu di neraka kelak tidak terlalu lama. Jadi dibiarkan dulu mereka memperbanyak dosa dan kebodohannya. Bukankah cukup banyak tokoh negerimu yang baik yang justru Tuhan bersegera mengambilnya, sementara yang kamu doakan agar cepat mati karena luar biasa jahatnya kepada rakyatnya malah panjang umurnya?"

"Gusti Gung Binathoro!," saya mengeluh, "Kami semua dan saya sendiri, Kiai, tidaklah memiliki kecanggihan dan ketajaman berpikir setakaran dengan yang disuguhkan oleh perilaku Tuhan."

"Kamu jangan tiba-tiba seperti tidak pernah tahu bagaimana pola perilaku Tuhan. Kalau hati manusia berpenyakit, dan ia membiarkan terus penyakit itu sehingga politiknya memuakkan, ekonominya nggraras dan kebudayaannya penuh penghinaan atas martabat diri manusia sendiri-maka Tuhan justru menambahi penyakit itu, sambil menunggu mereka dengan bencana yang sejati yang jauh lebih dahsyat. Yang di Aceh bukan bencana pada pandangan Tuhan. Itu adalah pemuliaan bagi mereka yang nyawanya diambil malaikat, serta pencerahan dan pembangkitan bagi yang masih dibiarkan hidup."

"Bagi kami yang awam, semua itu tetap tampak sebagai ketidakadilan...."
"Alangkah dungunya kamu!" Sudrun membentak, "Sedangkan ayam menjadi riang hatinya dan bersyukur jika ia disembelih untuk kenikmatan manusia meski ayam tidak memiliki kesadaran untuk mengetahui, ia sedang riang dan bersyukur."

"Jadi, para koruptor dan penindas rakyat tetap aman sejahtera hidupnya?"
"Sampai siang ini, ya. Sebenarnya Tuhan masih sayang kepada mereka sehingga selama satu dua bulan terakhir ini diberi peringatan berturut-turut, baik berupa bencana alam, teknologi dan manusia, dengan frekuensi jauh lebih tinggi dibanding bulan-bulan sebelumnya. Tetapi, karena itu semua tidak menjadi pelajaran, mungkin itu menjadikan Tuhan mengambil keputusan untuk memberi peringatan dalam bentuk lebih dahsyat. Kalau kedahsyatan Aceh belum mengguncangkan jiwa Jakarta untuk mulai belajar menundukkan muka, ada kemungkinan...."

"Jangan pula gunung akan meletus, Kiai!" aku memotong, karena ngeri membayangkan lanjutan kalimat Sudrun.
"Bilang sendiri sana sama gunung!" ujar Sudrun sambil berdiri dan ngeloyor meninggalkan saya.
"Kiai!" aku meloncat mendekatinya, "Tolong katakan kepada Tuhan agar beristirahat sebentar dari menakdirkan bencana-bencana alam...."

"Kenapa kau sebut bencana alam? Kalau yang kau salahkan adalah Tuhan, kenapa tak kau pakai istilah bencana Tuhan?"
Sudrun benar-benar tak bisa kutahan. Lari menghilang.
Emha Ainun Nadjib Budayawan

Selasa, Desember 28, 2004

Mungkin Sekali Saya Sendiri Juga Maling

Mungkin Sekali Saya Sendiri Juga Maling
Oleh Taufiq Ismail

Kita hampir paripurna menjadi bangsa porak-poranda, terbungkuk
dibebani hutang dan merayap melata sengsara di dunia.
Penganggur 40 juta orang,
anak-anak tak bisa bersekolah 11 juta murid,
pecandu narkoba 6 juta anak muda,
pengungsi perang saudara 1 juta orang,
VCD koitus beredar 20 juta keping,
kriminalitas merebat di setiap tikungan jalan
dan beban hutang di bahu 1600 trilyun rupiahnya.

Pergelangan tangan dan kaki Indonesia diborgol di ruang tamu Kantor
Pegadaian Jagat Raya,
dan di punggung kita dicap sablon besar-besar Tahanan IMF dan Penunggak
Bank Dunia.
Kita sudah jadi bangsa kuli dan babu, menjual tenaga dengan upah paling
murah sejagat raya.

Ketika TKW-TKI itu pergi lihatlah mereka bersukacita antri penuh
harapan
dan angan-angan di pelabuhan dan bandara,
ketika pulang lihat mereka berdukacita karena majikan mungkir tidak
membayar gaji,
banyak yang disiksa malah diperkosa dan pada jam pertama mendarat di
negeri sendiri diperas pula.

Negeri kita tidak merdeka lagi, kita sudah jadi negeri jajahan kembali.
Selamat datang dalam zaman kolonialisme baru, saudaraku.
Dulu penjajah kita satu negara, kini penjajah multi-kolonialis banyak
bangsa.
Mereka berdasi sutra, ramah-tamah luarbiasa dan banyak senyumnya.
Makin banyak kita meminjam uang, makin gembira karena leher kita makin
mudah dipatahkannya.

Di negeri kita ini, prospek industri bagus sekali.
Berbagai format perindustrian, sangat menjanjikan, begitu laporan
penelitian.
Nomor satu paling wahid, sangat tinggi dalam evaluasi, dari depannya
penuh janji, adalah industri korupsi.

Apalagi di negeri kita lama sudah tidak jelas batas halal dan haram,
ibarat membentang benang hitam di hutan kelam jam satu malam.

Bergerak ke kiri ketabrak copet, bergerak ke kanan kesenggol jambret,
jalan di depan dikuasai maling, jalan di belakang penuh tukang peras,
yang di atas tukang tindas.
Untuk bisa bertahan berakal waras saja di Indonesia, sudah untung.

Lihatlah para maling itu kini mencuri secara berjamaah.
Mereka bersaf-saf berdiri rapat, teratur berdisiplin dan betapa
khusyu'.

Begitu rapatnya mereka berdiri susah engkau menembusnya.
Begitu sistematiknya prosedurnya tak mungkin engkau menyabotnya.
Begitu khusyu'nya, engkau kira mereka beribadah.
Kemudian kita bertanya, mungkinkah ada maling yang istiqamah?

Lihatlah jumlah mereka, berpuluh tahun lamanya,
membentang dari depan sampai ke belakang,
melimpah dari atas sampai ke bawah,
tambah merambah panjang deretan saf jamaah.
Jamaah ini lintas agama, lintas suku dan lintas jenis kelamin.

Bagaimana melawan maling yang mencuri secara berjamaah?
Bagaimana menangkap maling yang prosedur pencuriannya malah dilindungi
dari atas sampai ke bawah?
Dan yang melindungi mereka, ternyata, bagian juga dari yang pegang
senjata dan yang memerintah.

Bagaimana ini?

Tangan kiri jamaah ini menandatangani disposisi MOU dan MUO (Mark Up
Operation),
tangan kanannya membuat yayasan beasiswa, asrama yatim piatu dan
sekolahan.

Kaki kini jamaah ini mengais-ngais upeti ke sana ke mari,
kaki kanannya bersedekah, pergi umrah dan naik haji.

Otak kirinya merancang prosentasi komisi dan pemotongan anggaran,
otak kanannya berzakat harta, bertaubat nasuha dan memohon ampunan
Tuhan.

Bagaimana caranya melawan maling begini yang mencuri secara berjamaah?
Jamaahnya kukuh seperti diding keraton, tak mempan dihantam gempa dan
banjir bandang,
malahan mereka juru tafsir peraturan dan merancang undang-undang,
penegak hukum sekaligus penggoyang hukum, berfungsi bergantian.

Bagaimana caranya memroses hukum maling-maling yang jumlahnya ratusan
ribu,
barangkali sekitar satu juta orang ini, cukup jadi sebuah negara mini,
meliputi mereka yang pegang kendali perintah, eksekutif, legislatif,
yudikatif dan dunia bisnis,
yang pegang pestol dan mengendalikan meriam, yang berjas dan berdasi.

Bagaimana caranya?

Mau diperiksa dan diusut secara hukum?
Mau didudukkan di kursi tertuduh sidang pengadilan?
Mau didatangkan saksi-saksi yang bebas dari ancaman?
Hakim dan jaksa yang bersih dari penyuapan?
Percuma
Seratus tahun pengadilan, setiap hari 8 jam dijadwalkan Insya Allah tak
akan terselesaikan.

Jadi, saudaraku, bagaimana caranya?

Bagaimana caranya supaya mereka mau dibujuk, dibujuk, dibujuk agar
bersedia mengembalikan jarahan
yang berpuluh tahun dan turun-temurun sudah mereka kumpulkan.
Kita doakan Allah membuka hati mereka,
terutama karena terbanyak dari mereka orang yang shalat juga,
orang yang berpuasa juga, orang yang berhaji juga.
Kita bujuk baik-baik dan kita doakan mereka.

Celakanya, jika di antara jamaah maling itu ada keluarga kita,
ada hubungan darah atau teman sekolah,
maka kita cenderung tutup mata, tak sampai hati menegurnya.

Celakanya, bila di antara jamaah maling itu ada orang partai kita,
orang seagama atau sedaerah, kita cenderung menutup-nutupi fakta,
lalu dimakruh-makruhkan dan diam-diam berharap semoga kita
mendapatkan cipratan harta tanpa ketahuan.

Maling-maling ini adalah kawanan anai-anai dan rayap sejati.
Dan lihat kini jendela dan pintu rumah Indonesia dimakan rayap.
Kayu kosen, tiang, kasau, jeriau rumah Indonesia dimakan anai-anai.
Dinding dan langit-langit, lantai rumah Indonesia digerogoti rayap.
Tempat tidur dan lemari, meja kursi dan sofa, televisi rumah Indonesia
dijarah anai-anai.
Pagar pekarangan, bahkan fondasi dan atap rumah Indonesia sudah mulai
habis dikunyah-kunyah rayap.
Rumah Indonesia menunggu waktu, masa rubuhnya yang sempurna.

Aku berdiri di pekarangan, terpana menyaksikannya.
Tiba-tiba datang serombongan anak muda dari kampung sekitar. "Ini dia
rayapnya! Ini dia Anai-anainya!" teriak mereka. "Bukan. Saya bukan
Rayap, bukan!" bantahku.

Mereka berteriak terus dan mendekatiku dengan sikap mengancam. Aku
melarikan diri kencang-kencang. Mereka mengejarkan lebih kenjang lagi.
Mereka menangkapku. "Ambil bensin!" teriak seseorang. "Bakar Rayap,"
teriak mereka bersama. Bensin berserakan dituangkan ke kepala dan
badanku. Seseorang memantik korek api. Aku dibakar. Bau kawanan rayap
hangus. Membubung Ke udara.

Senin, Desember 27, 2004

Perpajakan di Indonesia

Perpajakan di Indonesia

Libur kali ini..

Sejak Jum'at (24/12/04) aku hampir tidak keluar rumah sama sekali. Sejak pulang kerja Kamis Sore.. kondisi kesehatanku sepertinya kurang mendukung utk beraktifitas keluar rumah. Aku "takut" kalau sampai benar2 jatuh sakit, sehingga aku putuskan liburan ini aku hanya istirahat dirumah. Selain istirahat, aku ingin mengisi hari2 libur ini dengan menemani ibuku di rumah karena selama ini jarang sekali aku memperoleh kesempatan tsb. Bahkan selama beberapa minggu ibuku dirumah, aku masih saja sibuk dengan berbagai aktifitas diluar rumah. :(

Aku senang bisa berada dirumah selama liburan, namun juga sedih karena tdk dapat mengikuti RUA dan proses pemilihan ketua RISKA periode 2005-2006. :(

Ahad, 26/12/04, Pagi itu aku tersentak dg adanya berita melalui Breaking News Metro TV. ttg gempa bumi di NAD. Tiba2 terlintas dibenakku.. Ya Allah.. bencana apa lagi yg terjadi. Rasanya bertubi2 berita bencana kudengar. Setelah beberapa hari sebelumnya beberapa kecelakaan pesawat terjadi hampir berturut2 (Di Solo, di Nabire, di Wonosobo) juga Gempa yang terjadi di Nabire. Pagi itu aku berdo'a Semoga gempa yg terjadi di bumi serambi Mekah.. bukan gempa yang parah. dan tidak menimbulkan korban jiwa.

Namun sesaat kemudian Breaking News kembali di tayangkan, terus dan terus... Pedih sekali mendengar berita2 tersebut.. makin siang makin bertambah jumlah korban. dari semula 7 balita meninggal hingga saat ini.. kudengar ribuan orang telah berpulang akibat bencana ini. Ya Allah.. terimalah mereka disisi-Mu, Ampunilah segala dosa2nya.. Ampunilah kami ya Allah atas segala kelalaian kami.. Berilah kami kekuatan untuk menghadapi cobaan ini. Amin.


Jumat, Desember 17, 2004

dari corporate dinner @edogin

Semalem ada acara kantor. Corporate dinner di Edogin, Hotel Mulia. Hmmmh.. aku gak mau cerita ttg makanannya yahh. cuman mau cerita sedikit ttg apa yg diomongin sama my big boss (GG). Mungkin topik2 yang dibicarain tidaklah istimewa bagi orang lain. Tapi bagiku menjadi menarik karena GG adalah orang Jerman.

Topik-topik seputar politik di Indonesia. whats new after the new president. how about "Gebrakan 100 harinya SBY" ttg parpol di Indonesia...etc. Adalah wajar jika dia concern dengan kondisi politik di Indonesia karena dia memiliki kepentingan bisnis disini. Semakin kondusif kondisi politik di Indonesia, tentunya diharapkan akan memiliki efek yang positif bagi dunia bisnis.

Satu hal yang merupakan "Suprised" buat saya adalah pandangannya thd pemilu & parta politik di Indonesia. Dia bilang satu2nya partai di Ina yang memiliki platform yang jelas adl PeKaeS... so.. I'd like to say.. Bravo PKS.. mudah2an tetap istiqomah di jalan Allah.



Senin, Desember 13, 2004

Oleh2 dari LKR 2004

Sabtu-Ahad kemarin, RISKA ngadain "hajatan" terakhir sebelum RUA tgl 19 Dec besok. Bertempat di Jonggol. Tepatnya di Desa Pasir Petay, Cariung, Bogor. Semula aku berencana berangkat bareng team advance Jum'at siang. Siang itu aku ada janji interview di Menara Imperium. Buat aku .. ini interview terlama yg pernah aku alami. almost 3 hours. yg lebih membuat aku merasa lama cause this interview conduct in English. You know lahh.. I am lack on English.. :( . Upss.. kok jadi cerita interview.. :D.
Back to LKR again. Akhirnya aku bareng teman2 berangkat jam 22.45 dari RISKA. yahh kurang lebih 2 jam dalam perjalanan. sepanjang perjalanan sebenarnya ngantuk buanget... tapi.. gak enak lah kalau tidur.. kasihan temen yang bawa mobil.

di LKR kali ini, aku sama sekali nggak tahu, materi apa yang disampaikan ke peserta. secara tidak sengaja aku "terperangkap" di Dapur.. :D. yahh.. biasanya LKR di Villa Melodi, dg fasilitas yg lengkap & ada Ibu (yang menjaga Villa tsb) yg akan menyediakan masakan buat peserta. Team konsumsi hanya bertugas menyusun menu dan menyediakan bahan2 makanan. Tapi LKR kali ini "BEDA"... !!. Fasilitas utk memasak amat sangat minim sekali.. [hiperbol bangetttt.. :P], Team konsumsi cuma Lila seorang diri... [La, Thanks alot yaa.. u are wonderful woman.. !!!], Bahan makanan cuman Baso, Sosis & Korned. [ini sih "kerjaannya" Fahmi.. :P], udah gitu air mati memulu... . Upss,.. kok keluhan mulu yaa adanya.. nggak kok. ini justeru cerita serunya.. hehehhe.
Melihat kondisi tsb, akhirnya aku tdk tega utk bergabung dg peserta. Jadilah aku di dapur nemenin Lila. Tapi entah kenapa kok jadi aku yang masak... Suprised !!!. ini bener2 pengalaman baru bagiku. Lha aku khan ga bisa & ga biasa masak, apalagi utk jumlah yang banyak. Tapi alhamdulillah, akhirnya berhasil juga menyediakan makanan utk peserta LKR. Makanannya enak2 lho.. cuman pedes aja.. :D
Well.. dari kegiatan tsb.. aku bisa ngerasain.. ternyata memasak itu tdk mudah, apalagi dlm jumlah besar. Baru menyiapkan makan utk 3x makan saja, kakiku sudah terasa sakittttttt sekali, [sepertinya aku punya penyakit tidak tahan diam berdiri dalam waktu yg lama]. & akhirnya malam harinya [Sabtu malam], kakiku hampir tidak bisa digerakkan, sama sekali tdk bisa ditekuk, apalagi jongkok. Tapi aku tetap paksakan kakiku agar bisa digerakkan & ditekuk. Bahkan akupun mengalami kesulitan utk ruku' & sujud. :(. dlm kondisi seperti itu.. aku hanya bisa menahan sakit, rasanya ingin menangis [tapi aku harus menahan semua itu]. Sementara teman2 lain juga sibuk dg "pekerjaannya", hampir tidak ada yg tahu apa yg aku rasakan, kecuali Lila [again.. I'd like to thanks to you my sis].
Siang harinya (Ahad) aku merasa "kesal" dg beberapa panitia lain, terutama Ikh.. [sorry to say that]. sepertinya mrk sama sekali tdk mau tahu dg kendala yang ada [I've told.. there is minimum facility, almost no water.. etc]. tapi ada yg bisa berbicara dg mudah.... "apa sih yang kalian kerjakan, tidur!" Whats......... aku hampir2 tdk bisa menahan emosi mendengar kalimat tsb dilontarkan seseorang. tapi.... ahhhh.. sudahlah. apa yang kita kerjakan tdk harus orang lain ketahui [betul gak La.. :)]. Tapi maaf.. aku tdk bisa menghilangkan "pendapat" yang sempat muncul dlm pikiranku. Aku sempat berpikir bhw.. kalangan ikh.. pun banyak orang yang tidak memiliki empati thd orang lain, apalagi menghargai apa yang orang lain kerjakan. Tentu akan lebih simpatik ketika kalian merasa ada yg kurang, lalu menanyakan dg baik, kenapa, ada masalah apa.. dst. tidak langsung mendjugde.. bhw orang lain tdk melakukan apa2.
Udah ahh ceritanya gitu ajah.. Intinya.. gara2 aku berdiri kelamaan utk masak.. kakiku hampir ga bisa digerakkan, gak bisa ditekuk, bahkan sampai pulang masih sakit sekali. Alhamdulillah Ibuku masih di rumah..(krn nunggu waktu wisudaan adikku), jadi bisa dipijitin. Kalau tidak dipijitin sama Ibuku.... aku gak yakin kalau Senin ini bisa masuk kerja. Terima kasih Ibu. I love u so much. Ya Allah, Sayangilah Ibuku sebagaimana beliau menyayangiku sejak dalam kandungan.. berilah beliau kesehatan, kebahagian dalam hidup ini, ampunilah segala dosa2nya. Amin.

Sabtu, Desember 11, 2004

Interview.. Interview.. Interview.

Interview ..? mbak gak salah.. masih cari kerja lagi.. ? itu pertanyaan yang paling sering dilontarkan teman2 dekatku. Apalagi sih mbak yang dicari, pekerjaan sekarang dah bagus, udah enak.. dst.. tinggal syukurin apa yang udah ada... kenapa masih kurang aja sihh.. dst..biasanya aku "diceramahin" panjang lebar dehh pasti.. [dalam hati aku bilang.. Alhamdulillah.. berarti aku tdk pernah menunjukkan "kesusahan2" yg mungkin aku rasakan.. :P]. well.. bro & sis.. Thanks banget nasehatnya, itu tandanya kalian semua care terhadapku. :).

Alhamdulillah sampai saat ini aku masih bisa bekerja dg baik, mendapat pekerjaan yang sesuai dg apa yang aku inginkan sehingga aku bisa memperoleh rezeki.. utk membiayai kehidupanku. :). Tapi, aku selalu berpikir.. jika aku memiliki kemampuan yang lebih & ada kesempatan lain yang lebih baik.. apa salahnya aku mencoba. Meskipun aku masih berusaha mencari pekerjaan ditempat lain, tapi itu bukan berarti aku tidak mensyukuri dan menikmati apa yang aku peroleh sekarang. Sejauh ini aku masih enjoy disini, masih fine2 aja.. tapi kalau diluar sana ada kesempatan yang lebih baik gak ada salahnya khan aku coba.

Terkadang dari interview2 di perusahaan lain (meskipun pada akhirnya tidak jadi bekerja ditempat tsb) aku jadi bisa belajar banyak. Aku jadi tahu "apa yang terjadi diluar sana". misalnya tuntutan kualifikasi utk mengisi suatu posisi/ jabatan tertentu. Dari situ aku bisa belajar, bisa meningkatkan qualifikasi diri dst. Aku bisa tahu "seberapa besar penilaian" orang/perusahaan lain terhadapku dg "kualifikasi" yg aku miliki, hal2 semacam ini kadang bisa lebih menumbuhkan rasa percaya diri. Aku lebih sering mengirim applikasi yg requirementnya "lebih tinggi" dari yang aku miliki. sejauh ini sih banyak yang memproses lebih lanjut, meskipun pada akhirnya blm tentu cocok, kadang ekspektasi saya yang terlalu tinggi, tapi kadang mereka yang over valued terhadapku. :D

Bagiku, mencari pekerjaan baru.. bukan berarti tidak mensyukuri apa yang sudah Allah berikan untukku saat ini. Bersyukur dg segala karunia Allah bukan berarti aku harus diam saja. hehehehe...

Rabu, Desember 08, 2004

Belajar Menulis Lagi

Ini artikel keduaku.. yang dimuat di majalah Jurnal Perpajakan Indonesia Vol 3 No 5 bulan Desember 2003. Tulisan ini diilhami dari kasus yang aku hadapin juga dari diskusi di milis AKI.
Met baca yaa.. :)


MENCERMATI PERBEDAAN BESARNYA TARIF PAJAK ATAS PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH DAN ATAU BANGUNAN
Abstrak

Terhitung sejak tanggal 1 Mei 2002 besarnya pajak yang terutang atas penghasilan yang diperoleh dari persewaan tanah dan atau bangunan ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen). Hal ini berdasarkan Peraturan Pemerintah No 5 Tahun 2002. Besarnya tarif tersebut sama untuk Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan.

Perubahan tarif ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dan perlakuan yang sama kepada penerima penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan baik Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan. Namun demikian, penulis menemukan adanya “perbedaan perlakuan” lainnya dari pelaksanaan Peraturan Pemerintah No 5 tahun 2002. Hal ini terlihat dari adanya perbedaan tarif yang diakibatkan karena perbedaan saat penandatanganan kontrak dan saat dimulainya pelaksanaan sewa menyewa sebagaimana diatur dalam pasal 7 KEP-227/PJ./2002.

Dalam tulisan ini penulis bermaksud mengulas tentang perbedaan besarnya tarif pajak atas penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan seperti yang tertuang dalam pasal 7 KEP-227/PJ./2002.

Pendahuluan

Ketentuan yang mengatur tentang Pajak atas penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan telah beberapa kali mengalami perubahan. Sebelum diatur dengan Peraturan Pemerintah dan dikenakan PPh Final, ketentuan mengenai Pajak atas penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan diatur dalam Undang-undang Pajak Penghasilan (Pasal 23) dan KEP-10/PJ./1995 tgl 31 Januari 1995 jo KEP-76/PJ./1995 tgl 2 Oktober 1995.

Pada tanggal 18 April 1996 pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah No 29 tahun 1996 tentang Pembayaran Pajak atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan. Sejak tanggal ditetapkannya PP No 29 ini, maka penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan dikenakan PPh Final berdasarkan Ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan (Pasal 4 ayat 2).

Besarnya pajak atas penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan, sebagaimana diatur dalam pasal 3 Peraturan Pemerintah No 29 tahun 1996 adalah sebagai berikut :
1. Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, adalah sebesar 6% (enam persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanahdan/atau bangunan dan bersifat final.
2. Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan dan bersifat final.

Pelaksanaan lebih lanjut Peraturan Pemerintah No 29 tahun 1996 diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. KMK-394/KMK.04/1996 tanggal 5 Juni 1996. Ketentuan mengenai besarnya tarif diatur lebih jelas dalam pasal 2 ayat (1) sebagai berikut :
a. Sebesar 6% (enam persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan dan bersifat final dalam hal kepemilikan tanah dan/atau bangunan yang disewakan maupun yang menyewakannya adalah Wajib Pajak badan dalam negeri atau bentuk usaha tetap;
b. Sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan dan bersifat final dalam hal yang menyewakan adalah Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri;
c. Sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan dan bersifat final dalam hal kepemilikan tanah dan/atau bangunan yang disewakan adalah milik Wajib Pajak orang pribadi tetapi yang menyewakannya adalah Wajib Pajak badan dalam negeri atau bentuk usaha tetap.

Dengan pertimbangan untuk memberikan kepastian hukum dan perlakuan yang sama terhadap penerima penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan pada tanggal 23 Maret 2002 pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah No 5 tahun 2002 tentang perubahan Peraturan Pemerintah No 29 tahun 1996. Peraturan Pemerintah ini berlaku sejak tanggal 1 Mei 2002.

Ketentuan-ketentuan yang dirubah melalui Peraturan Pemerintah No 5 tahun 2002 adalah sebagai berikut :
Pasal Semula (Berdasarkan PP No 29 th 1996)
Pasal 2 :
Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajib membayar sendiri Pajak Penghasilan yang terutang atau dipotong oleh penyewa yang bertindak sebagai Pemotong Pajak.
Pasal 3 :
1. Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, adalah sebesar 6% (enam persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanahdan/atau bangunan dan bersifat final.
2. Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan dan bersifat final.
Dirubah Menjadi (Berdasarkan PP No 5 Th 2002).
Pasal 2 :
1. Atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 yang diterima atau diperoleh dari penyewa yang bertindak atau ditunjuk sebagai Pemotong Pajak, wajib dipotong Pajak Penghasilan oleh penyewa
2. Dalam hal penyewa bukan sebagai Pemotong Pajak maka Pajak Penghasilan yang terutang wajib dibayar sendiri oleh orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan.
Pasal 3 :
Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dipotong atau dibayar sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/ atau bangunan dan bersifat final.
Sebagai aturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 2002, telah ditetapkan Keputusan Menteri Keuangan No 120/KMK.03/2002 pada tanggal 1 April 2002, yang merupakan perubahan dari Keputusan Menteri Keuangan No. 394/KMK.04/1996. Sedangkan Tatacara Pemotongan dan Pembayaran, Serta Pelaporan Pajak Penghasilan dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan diatur melalui Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-227/PJ./2002 tanggal 23 April 2002.
Perbedaan Tarif Berdasarkan KEP-227/PJ./2002
Seperti telah diuraikan diatas, besarnya tarif Pajak atas penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan bedasarkan Peraturan Pemerintah No 5 tahun 2002, terhitung sejak 1 Mei 2002 adalah sebesar 10% (sepuluh persen) baik diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan.
Namun demikian, dalam KEP-227/PJ./2002 masih diatur tentang perbedaan tarif akibat adanya perbedaan waktu penandatanganan kontrak dan saat dimulainya pelaksanaan sewa. Hal ini diatur dalam pasal 7 sebagai berikut :
1. Dalam hal kontrak atau perjanjian sewa ditandatangani sebelum bulan Mei 2002 dan pelaksanaanya dimulai sebelum bulan Mei 2002, maka atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dari persewaan tanah dan atau bangunan dikenakan tarif sebesar 6% (enam persen) dari jumlah bruto nilai persewaan;
2. Dalam hal kontrak atau perjanjian sewa ditandatangani sebelum bulan Mei 2002 tetapi pelaksanaanya setelah bulan April 2002, maka atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dari persewaan tanah dan atau bangunan dikenakan tarif sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan;
3. Dalam hal kontrak atau perjanjian sewa ditandatangani dan pelaksanaanya setelah bulan April 2002, maka atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dari persewaan tanah dan atau bangunan dikenakan tarif sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan; Perbedaan Penafsiran Atas ketentuan pasal 7 KEP-227/PJ./2002
Ketentuan dalam pasal 7 tersebut diatas menurut hemat penulis merupakan salah satu ketentuan perpajakan yang “cukup jelas” sehingga seharusnya tidak menimbulkan adanya perbedaan penafsiran. Berdasarkan pengamatan penulis perbedaan penafsiran atas ketentuan pasal 7 KEP-227/PJ./2002 tetap terjadi. Perbedaan penafsiran tersebut terjadi baik antara pihak penyewa dengan penerima penghasilan maupun antara Wajib Pajak dengan Fiskus, bahkan terjadi pula antara “Kantor Pelayanan Pajak” dengan “Direktorat Jenderal Pajak”.
Perbedaan penafsiran antara penyewa dengan penerima penghasilan terutama terjadi pada masa “transisi” (bulan Mei tahun 2002). Hal ini terutama terjadi dalam hal perjanjian sewa menyewa bersifat jangka panjang dan dengan cara pembayaran tertentu. Perbedaan-perbedaan penafsiran tersebut kami uraikan dengan ilustrasi dalam contoh-contoh berikut ini.
Contoh 1 :
PT X Menyewa ruang kantor di gedung milik PT ABC untuk jangka waktu 5 tahun, terhitung sejak Januari 2001 s/d Desember 2005. Penandatanganan kontrak telah dilakukan pada bulan Januari 2001 dan mulai ditempati sejak bulan Januari 2001. Nilai sewa berdasarkan kontrak tsb untuk tahun ke-1 dan ke-2 adalah sebesar Rp 10.000.000/bulan. Pembayaran ditetapkan setiap 3 bulan sekali dibayar dimuka. PT ABC menerbitkan Invoice 3 bulan sekali. Selama tahun 2002 Invoice yang diterbitkan PT ABC adalah sbb :
- Invoice No. 001 bulan Januari 2002, merupakan tagihan atas sewa bulan Januari s/d Maret 2002 sebesar Rp 30.000.000,-
- Invoice No. 002 bulan April 2002, merupakan tagihan atas sewa bulan April s/d Juni 2002 sebesar Rp 30.000.000,-
- Invoice No 003 bulan Juli 2002, merupakan tagihan atas sewa bulan Juli s/d September 2002 sebesar Rp 30.000.000,-
- Invoice No 004 bulan Oktober 2002, merupakan tagihan atas sewa bulan Oktober s/d Desember 2002 sebesar Rp 30.000.000,-

Atas pembayaran sewa tahun 2002 oleh PT X di potong PPh final dengan tarif sbb :
- Invoice 001 bln Januari dipotong PPh dengan tarif 6% (enam persen) dari nilai sewa. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 3 PP 29 tahun 1996.
- Invoice 002 bulan April juga dipotong PPh dengan tarif 6% (enam persen) dari nilai sewa karena pembayaran telah dilakukan sebelum bulan April 2002. [Namun apabila pembayaran dilakukan setelah April 2002, maka atas tagihan sewa tersebut akan dipotong PPh dengan tarif 10% (sepuluh persen)].
- Invoice 003 bulan Juli 2002 dan 004 bulan Oktober 2002, dipotong PPh dengan tarif 10% (sepuluh persen).

Cara pemotongan seperti ini merupakan cara paling umum yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Dalam hal ini antara PT X dan PT ABC terdapat kesepakatan tentang besarnya tarif PPh yang diterapkan.
Contoh 2 :

PT Y Menyewa Ruangan milik PT DEF dengan perjanjian dan cara pembayaran seperti dalam contoh 1 diatas. PT Y dan PT DEF terdaftar di KPP yang berbeda. Besarnya PPh yang dipotong atas transaksi tersebut adalah sbb :
PT DEF berpendapat bahwa sesuai dengan ketentuan dalam pasal 7 Kep-227/PJ/2002, “apabila Kontrak telah ditandatangani sebelum bulan Mei 2002 dan pelaksanaannya sebelum bulan Mei 2002 maka pajak yang seharusnya dipotong hanya sebesar 6% (enam persen)”, PT Y selaku pemotong pajak telah memotong pajak sebesar 6% sesuai dengan “keinginan” PT DEF.
Untuk memperkuat argumentasi PT DEF bahwa pajak yang seharusnya terutang adalah sebesar 6% maka PT DEF meminta penegasan ke Direktorat Jenderal Pajak. Dengan adanya Surat Penegasan dari Direktorat PPh yang menegaskan mengenai besarnya tarif PPh yang seharusnya terutang maka dapat dihindarkan kemungkinan adanya “konflik” antara PT Y selaku penyewa dengan PT DEF selaku penerima penghasilan yang diakibatkan oleh perbedaan penafsiran. Surat penegasan tersebut juga dapat meminimalisasi resiko bagi PT Y selaku pemotong pajak,apabila dikemudian hari PT Y “dianggap” melakukan kesalahan dalam menerapkan tarif pemotongan PPh atas sewa tanah dan atau bangunan.
Meskipun PT DEF telah memperoleh Surat Penegasan dari Direktorat Pajak Penghasilan mengenai besarnya PPh yang seharusnya terutang, namun PT Y selaku pemotong pajak masih mendapat Surat Teguran dari Kantor Pelayanan Pajak-nya dan diminta agar menyetor kekurangan PPh atas sewa tanah dan bangunan sebesar 4%. Hal ini karena KPP berpendapat bahwa Sejak 1 Mei 2002 besarnya PPh yang terutang atas penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan adalah sebesar 10%, tanpa melihat kapan penandatangan perjanjian sewa dan pelaksaan sewa dimulai.
Contoh 3 :

PT Z Menyewa Ruangan milik PT GHI dengan perjanjian dan cara pembayaran yang sama dengan contoh 1 diatas. PT Z dan PT GHI terdaftar di KPP yang berbeda. Besarnya PPh yang dipotong oleh PT Z atas transaksi tersebut adalah sbb :
- Invoice 001 bln Januari dipotong PPh dengan tarif 6% (enam persen) dari nilai sewa. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 3 PP 29 tahun 1996.
- Invoice 002 bulan April juga dipotong PPh dengan tarif 6% (enam persen) dari nilai sewa.
- Invoice 003 bulan Juli 2002 dan 004 bulan Oktober 2002, dipotong PPh dengan tarif 10% (sepuluh persen).
Namun demikian PT GHI berpendapat bahwa atas penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan yang diperolehnya seharusnya dikenakan PPh final dengan tarif 6% (enam persen). Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 7 KEP-227/PJ./2002 dimana apabila perjanjian sewa ditandatangani sebelum April 2002 dan pelaksanaan sewa sudah dimulai sebelum Mei 2002 maka terutang PPh Final sebesar 6% (enam persen). Untuk meminimalisir kemungkinan resiko yang terjadi akibat “salah penafsiran” dalam menerapkan ketentuan perpajakan, PT GHI meminta penjelasan dan penegasan tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PT GHI terdaftar.
Penjelasan yang diperoleh PT GHI dari KPP-nya antara lain sebagai berikut : “Penerapan tarif selama tiga bulan (April 2002 s.d Juni 2002) dikenakan tarif 6%, karena pelaksanaan pembebanan/pembayaran dilakukan sebelum Mei 2002. dan untuk pembayaran berikutnya dikenakan tarif 10% karena pelaksanaan pembebanan/pembayaran dilaksanakan setelah Juni 2002”.
Penjelasan yang diberikan oleh Kepala KPP tersebut berbeda dengan penjelasan yang di berikan oleh Direktorat Pajak Penghasilan dalam contoh 2 diatas. Setelah memperoleh tembusan surat dari KPP, Direktorat Pajak Penghasilan mengirimkan surat ke Kepala KPP dan menjelaskan bahwa penjelasan yang diberikan Kepala KPP tersebut diatas terdapat kekeliruan.
Direktorat Pajak Penghasilan memberikan penjelasan sebagai berikut :
- Dalam hal Kontrak atau perjanjian sewa ditandatangani sebelum bulan Mei 2002 dan awal pelaksanaan sewa tersebut sebelum bulan Mei 2002, maka atas penghasilan sewa ruangan yang diterima atau diperoleh oleh pihak penyewa dikenakan pemotongan PPh yang bersifat final sebesar 6% (enam persen) dari jumlah bruto nilai persewaan, meskipun pembayarannya dilakukan setelah Mei 2002
- Dalam hal salah satu (kontrak/perjanjian sewa atau pelaksanaan kontrak) ataupun keduanya dilakukan setelah bulan April 2002 atau apabila terjadi perubahan kontrak/perjanjian sewa (nilai/harga maupun jangka waktu) dilakukan pada bulan Juni 2002, maka atas penghasilan tersebut dikenakan PPh final sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan.
- Yang dimaksud dengan pelaksanaan sewa/ pelaksanaan kontrak disini adalah saat ruangan mulai ditempati/dihuni/digunakan oleh penyewa, bukan pelaksanaan pembayaran atas sewa tersebut.
Perbedaan Besarnya Pajak yang harus dibayar Akibat Perbedaan Waktu.

Dari uraian dalam contoh 1 sampai 3 tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa besarnya PPh final atas penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan berdasarkan KEP-227/PJ./2002 adalah sebagai berikut :
- Untuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari persewaan tanah dan atau bangunan yang perjanjiannya telah ditanda tangani dan dilaksanakan sebelum Mei 2002 adalah sebesar 6% (enam persen),
- Untuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari persewaan tanah dan atau bangunan yang perjanjiannya di tandatangani setelah April 2002 adalah sebesar 10% (Sepuluh persen).

Menurut hemat penulis ketentuan tersebut “tidak sejalan” dengan tujuan diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 2002. Seperti diungkapkan dalam uraian umum bahwa PP No 5 tersebut diterbitkan dalam rangka memberikan kepastian hukum dan perlakuan yang sama kepada penerima penghasilan dari persewaan tanah/atau bangunan baik badan maupun orang pribadi.
Mengingat bahwa Pajak atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan bersifat final maka perbedaan tarif tersebut merupakan salah satu bentuk “ketidakadilan”. Perbedaan besarnya tarif PPh atas sewa tanah dan atau bangunan ini akan hilang seiring dengan berjalannya waktu.
Sebagai gambaran perbedaan tersebut, mari kita perhatikan contoh berikut ini :
1. PT JKL merupakan perusahaan yang bergerak dibidang persewaan tanah dan atau bangunan perkantoran yang beroperasi sejak tahun 1999.
Seluruh unit ruangan yang disewakan telah “terjual habis” sejak tahun 2000. Perjanjian sewa menyewa telah ditanda tangani sejak tahun 2000 dan semua ruangan telah ditempati oleh penyewa pada tahun yang sama. Perjanjian sewa menyewa atas seluruh ruangan yang disewakan bersifat jangka panjang, yaitu selama 10 tahun terhitung sejak Januari 2000 – Desember 2010. Pembayaran sewa ditetapkan setiap 3 bulan dibayar dimuka. Selama tahun 2003 Jumlah penghasilan bruto PT JKL dari usaha persewaan tanah dan atau bangunan sebesar Rp 3 milyar.

Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 7 KEP-227/PJ./2002, maka jumlah PPh final yang seharusnya dipotong oleh penyewa selama tahun 2003 adalah sebesar Rp 180.000.000,- (6% x 3 milyar). Jumlah pajak yang dipotong oleh penyewa ini merupakan jumlah pajak yang terutang selama tahun 2003 dari penghasilan atas persewaan tanah dan atau bangunan.
2. PT MNO juga merupakan perusahaan yang bergerak dibidang persewaan ruangan perkantoran. PT MNO beroperasi sejak awal tahun 2002.
Meskipun seluruh perjanjian sewa menyewa telah ditandatangani sebelum bulan Mei 2002, namun seluruh ruangan yang disewakan baru bisa ditempati pada bulan Juni 2002. Selama tahun 2003 jumlah penghasilan bruto yang diterima PT MNO dari usaha persewaan tanah dan atau bangunan sebesar Rp 2 milyar.
Maka sesuai dengan ketentuan dalam pasal 7 KEP-227/PJ./2002 besarnya pajak yang seharusnya dipotong oleh penyewa adalah sebesar Rp 200.000.000,- (10% x 2 milyar).
Dalam contoh tersebut diatas dapat kita lihat bahwa PT MNO yang memperoleh penghasilan lebih kecil jika dibanding dengan PT JKL harus membayar pajak dengan jumlah yang lebih besar. Meskipun dalam hal ini PT JKL dan PT MNO adalah “sesama” wajib pajak badan dan juga bergerak di bidang usaha yang sama. Namun akibat dari perbedaan waktu “dimulainya usaha” pada tahun yang sama (2003) harus membayar pajak dengan tarif yang berbeda.
Apabila tidak ada perubahan aturan pajak di bidang persewaan tanah dan atau bangunan, perbedaan ini akan terus terjadi ditahun-tahun berikutnya sampai tahun 2010.

Penutup

Dari Uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa meskipun PP No 5 tahun 2002 telah menetapkan besarnya Pajak atas Penghasilan dari sewa tanah dan/atau bangunan baik WP Badan maupun WP Orang Pribadi sama sebesar 10% (sepuluh persen), namun dalam pelaksanaannya masih terdapat perbedaan tarif. Namun demikian perbedaan tarif tersebut bukan akibat perbedan jenis Subyek Pajak, apakah Wajib Pajak Badan Atau Orang Pribadi. Perbedaan tarif PPh final tersebut lebih disebabkan karena :

- Berdasarkan ketentuan dalam pasal 7 KEP-227/PJ./2002 Perbedaan tarif diatur akibat adanya perbedaan waktu penandatanganan kontrak dan awal pelaksanaan sewa. Apabila Perjanjian sewa telah ditandatangani sebelum Mei 2002, dan awal pelaksanaan sewa dilakukan sebelum Mei 2002, maka PPh yang terutang adalah 6% (enam persen), namun jika perjanjian sewa dan atau pelaksanaan sewa dilakukan setelah April 2002, maka PPh yang terutang adalah 10% (Sepuluh persen).

- Perbedaan yang terjadi akibat “kesalahan” dalam menafsirkan ketentuan pasal 7 KEP-227/PJ./2002. Hal ini karena tidak semua Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan mendapatkan penjelasan/penegasan dari Direktorat Jenderal Pajak. Sehingga tidak jarang Wajib pajak yang seharusnya membayar pajak dengan tarif 6% (enam persen) akibat kesalahan menafsirkan ketentuan pasal 7 KEP-227/PJ./2002, maka membayar pajak dengan tarif 10% (sepuluh persen).

Mengingat banyaknya pertanyaan dan permohonan penjelasan atas ketentuan dalam pasal 7 KEP-227/PJ/2002 ke Direktorat Jenderal pajak, dan terjadinya perbedaan penafsiran atas ketentuan tersebut dalam praktek, menurut penulis alangkah baiknya jika Direktorat Jenderal pajak menerbitkan Surat Edaran atas hal tersebut. Dengan diterbitkannya Surat Edaran maka Wajib Pajak dapat memperoleh informasi yang sama.

Sepanjang pengamatan penulis, penjelasan atas pertanyaan-pertanyaan tersebut dilakukan oleh Dirjen Pajak melalui Surat-surat Dirjen Pajak yang hanya ditujukan kepada Wajib Pajak yang bertanya dan meminta penjelasan.

Dalam kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman di milis AKI, yang telah berpartisipasi dalam diskusi mengenai topik yang penulis sampaikan dalam tulisan ini.

Daftar Pustaka

Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No. 227/PJ./2002 tanggal 21 Pebruari 2001 tentang Tatacara Pemotongan dan Pembayaran, serta Pelaporan Pajak Penghasilan dari Persewaan Tanah dan Atau Bangunan.

Keputusan Menteri Keuangan No. 394/KMK.04/1996 tanggal 5 Juni 1996 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemotongan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 120/KMK.03/2002 tanggal 1 April 2002.

Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1996 tanggal 18 April 1996 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/ atau Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No 5 tahun 2002.

Surat Dirjen Pajak No. S-251/PJ.43/2002 tanggal 25 Juli 2002 tentang Jawaban atas permintaan penjelasan KEP-227/PJ./2002.

Surat Dirjen Pajak No S-959/PJ.31/2002 tanggal 23 Desember 2002 tentang Jawaban atas Permohonan Penegasan Besarnya Tarif PPh final atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan.Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 2000

*) Artikel ini dimuat di Majalah Jurnal Perpajakan Indonesia Volume 3 No. 5 Bulan Desember 2003.

Belajar Menulis

Artikel ini ditulis Sept 2003 berdasarkan pengalaman yang pernah aku hadapi. Ini tulisan pertama yang aku tulis dalam rangka mewujudkan keinginanku utk belajar menulis karena salah satu pelajaran yang tidak aku sukai sejak SD adalah pelajaran bahasa Indonesia, khususnya Mengarang. Alhamdulillah tulisan pertamaku ini bisa dimuat dimajalah Jurnal Perpajakan Indonesia Vol 3 No 3 Bln October 2003. Waktu itu aku malahan tdk tahu kalau artikelku dimuat. karena aku blm dapat majalahnya. tiba2 ada yang telp & minta no rek utk transfer honor.. :D. Padahal kalau rajin nulis honornya lumayan juga lho.. buat nambah2in uang jajan.. :). Tapi yaa itu... malesnya minta ampunn.. :(. padahal sampai saat ini masih sering di tanyain kapan artikel barunya dikirim lagi keJPI. Met baca yaa.. nanti aku post lagi artikel ke-2. Thx.

SEBUAH WACANA TENTANG 'PROSES' PENGHAPUSAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK *)
Abstrak
Keputusan untuk menutup sebuah perusahaan adalah sesuatu yang wajar dalam dunia bisnis, baik disebabkan karena keinginan pemilik maupun berdasarkan putusan pengadilan. Tindakan tersebut akan berdampak pula terhadap hak dan kewajiban perusahaan dibidang perpajakan. Implikasi dari penutupan usaha tersebut erat kaitannya dengan masalah penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
Permohonan penghapusan NPWP juga harus dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, misalnya bagi Tenaga Kerja Asing (Expatriates) yang bekerja di Indonesia yang akan kembali ke negara asalnya, Wanita Kawin tidak dengan perjanjian pisah harta dan Wajib Pajak Orang Pribadi yang meninggal dunia.
Dalam praktek di lapangan, proses penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak merupakan salah satu masalah yang tidak dapat diselesaikan dengan pasti. Dalam tulisan ini penulis bermaksud memaparkan wacana dan beberapa realita yang terjadi dilapangan sehubungan dengan permohonan penghapusan NPWP yang disebabkan karena Wajib Pajak Badan yang dibubarkan, Tenaga Kerja Asing yang harus meninggalkan Indonesia dan Wajib Pajak Orang Pribadi yang meninggal Dunia.
Dasar Hukum Penghapusan NPWP
Ketentuan mengenai Penghapusan NPWP diatur dalam pasal 2 ayat (5) Undang Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana terakhir telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000. Ketentuan pasal 2 ayat 5 Undang-undang KUP mengatur sebagai berikut : Jangka waktu pendaftaran dan pelaporan serta tata cara pendaftaran dan pengukuhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) termasuk penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Sebagai Aturan pelaksanaan pasal 2 ayat 5 Undang-undang KUP, Direktur Jenderal pajak telah nenetapkan Keputusan nomor Kep-161/PJ/2001 pada tanggal 21 Februari 2001 tentang Jangka Waktu Pendaftaran Dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

Pengertian penghapusan NPWP menurut Kep-161/PJ/2001 adalah Tindakan menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak dari tata usaha Kantor Pelayanan Pajak (pasal 1 ayat 11). Penghapusan NPWP dan atau pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak hanya ditujukan untuk kepentingan tata usaha perpajakan, tanpa menghilangkan kewajiban perpajakan yang harus dilakukan (pasal 15).
Sesuai dengan ketentuan pasal 11 ayat (1) Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersebut, Penghapusan NPWP dilakukan dalam hal :
a. Wajib Pajak Orang Pribadi Meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan;
b. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan ;
c. warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak sudah selesai dibagi ;
d. Wajib Pajak Badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
e. Bentuk Usaha Tetap yang karena satu dan lain hal kehilangan statusnya sebagai bentuk usaha tetap;
f. Wajib pajak orang pribadi lainnya selain yang dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang tidak lagi memenuhi syarat lagi sebagai Wajib Pajak.
Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat 1 tsb diatas, dapat dilakukan apabila utang pajak telah dilunasi atau hak untuk melakukan penagihan telah daluwarsa, kecuali dari hasil pemeriksaan pajak diketahui bahwa utang pajak tersebut tidak dapat ditagih lagi disebabkan karena :
a. Wajib Pajak Orang Pribadi meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan dan tidak mempunyai ahli waris, atau ahli waris tidak dapat ditemukan
b. Wajib pajak tidak mempunyai harta kekayaan lagi; atau
c. Sebab lain sesuai dengan hasil pemeriksaan.
Jangka waktu penyelesaian Permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana diatur dalam pasal 11 ayat (3) KEP-161/PJ./2001 harus diselesaikan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal diterimanya permohonan secara lengkap, kecuali permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 angka 3 dan pasal 13 (2) dan ayat (3).

Realita Proses Penghapusan NPWP di lapangan

a. Perusahaan Dibubarkan
Dalam hal perseroan bubar, berdasarkan Undang-undang Nomor 1 tahun 1995, beberapa kewajiban likuidator yang harus di selesaikan dalam waktu paling lambat 30 hari antara lain :
- Mendaftarkan dalam daftar perusahaan,
- Mengajukan peermohonan untuk diumumkan dalam berita negara Republik Indonesia
- Mengumumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian; dan
- memberitahukan kepada Menteri Kehakiman.
Setelah proses legal dilakukan, Likuidator memiliki kewajiban untuk mengajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak ke kantor pelayanan pajak tempat perseroan terdaftar.
Berdasarkan informasi tentang pembubaran perseroan, seharusnya pihak Direktorat Jenderal Pajak sudah dapat untuk menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak, sehingga dapat segera diketahui besarnya pajak yang terutang. Apabila pajak yang terutang telah dilunasi, penghapusan NPWP dan pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak dapat segera dilakukan.
Namun demikian, beberapa kasus yang penulis jumpai menunjukkan kenyataan yang berbeda. beberapa hal yang terjadi antara lain :
1. DJP tidak cepat tanggap dengan adanya pengumuman likuidasi suatu perusahaan (Wajib Pajak) yang dimuat di surat kabar dan Lembaran Berita Negara.
2. Untuk mendapatkan kepastian hukum maka Likuidator akan segera mengajukan permohonan penghapusan NPWP dan pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak. Namun tidak jarang likuidator mengabaikan hak dan kewajibannya untuk mengajukan permohonan penghapusan NPWP dan pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak.
3. Setelah surat permohonan diterima dan di-administrasikan di kantor pelayanan pajak, DJP akan melakukan pemeriksaan sehubungan dengan permohonan penghapusan NPWP dan pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak.
4. Setelah pemeriksaan selesai, pajak-pajak yang terutang telah dilunasi dan terbukti bahwa alasan permohonan pencabutan NPWP benar, maka Permohonan penghapusan NPWP dan pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak akan disetujui.

Dalam hal ini penghapusan NPWP dan pencabutan Pengukuhan pengusaha kena pajak Wajib Pajak Badan lebih terdapat kepastian hukum meskipun membutuhkan waktu yang relatif lama. Lain halnya dengan penghapusan
NPWP untuk Wajib Pajak Orang Pribadi.
b. Wajib Pajak Orang Pribadi yang Meninggal Dunia.
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang meninggal dunia, permohonan penghapusan NPWP harus diajukan oleh ahli warisnya setelah warisan selesai dibagi. Ahli waris mengajukan permohonan penghapusan NPWP dengan dilampiri dengan surat keterangan kematian Wajib Pajak dan surat pernyataan bahwa warisan telah selesai dibagi.
Dalam hal ini, tidak jarang permohonan ahli waris tersebut “diabaikan” oleh Kantor Pelayanan Pajak. Seringkali permohonan penghapusan NPWP atas Wajib Pajak Orang Pribadi yang meninggal dunia “dibiarkan menggantung” tanpa ada penyelesaian. Tidak jarang KPP masih terus mengirimkan Formulir SPT Tahunan untuk diisi oleh Wajib Pajak. Dan apabila sampai batas waktu yang ditentukan Wajib Pajak belum menyampaikan SPT PPh Orang Pribadi (dan WP tidak akan pernah menyampaikan SPT, karena sudah meninggal), Pihak KPP akan terus menerbitkan Surat Teguran. Hal ini merupakan salah satu bentuk ketidakefisienan administrasi di Kantor Pajak, yang juga merupakan bentuk ketidakpastian hukum bagi ahli waris wajib pajak.
Namun demikian, tidak jarang pula ahli waris yang mengabaikan hak dan kewajibannya, dengan tidak memberitahukan pihak KPP tentang meninggalnya Wajib Pajak. Sehingga NPWP tidak dapat dihapus dari administrasi KPP karena tidak ada permohonan.
c. Wajib Pajak Orang Pribadi yang Meninggalkan Indonesia untuk Selamanya.
Dalam hal ini penulis lebih menitikberatkan pada masalah Expatriates yang kembali ke negara asalnya. Bagi perusahaan multinational (PMA) pada umumnya tenaga kerja asing ditugaskan dari kantor pusatnya (perusahaan induk) untuk jangka waktu tertentu. Dengan demikian, pada saat jangka waktu yang dimaksud telah terlewati, maka tenaga kerja asing tersebut harus meninggalkan Indonesia dan kembali ke negara asalnya.
Pada saat tenaga kerja asing datang dan mulai bekerja di Indonesia, terdapat beberapa persyaratan legal yang harus dipenuhi, antara lain : keimigrasian, Ijin Tenaga Kerja Asing (IKTA), KITAS. Photocopy dari dokumen-dokumen legal tersebut juga harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak sebagai lampiran permohonan pendaftaran wajib pajak (membuat NPWP).

Pada saat tenaga kerja asing harus meninggalkan Indonesia, ijin-ijin legal yang telah diperoleh juga akan dicabut. Pihak Disnakertrans/BKPM akan mencabut Ijin Kerja Tenaga Asing (IKTA) dan menyampaikan tembusan pencabutan IKTA tersebut ke KPP tempat WP terdaftar (pada umumnya di KPP Badora). Agar NPWP dapat dihapus, expatriates tersebut tetap harus mengajukan permohonan penghapusan NPWP ke Kantor Pelayanan Pajak dimana dirinya terdaftar.
Namun seringkali permohonan penghapusan NPWP tersebut “tidak diselesaikan dengan jelas”. Surat permohonan penghapusan NPWP tersebut diterima oleh KPP tetapi tidak ditindak lanjuti. dan seringkali “menggantung” dalam jangka waktu yang cukup lama ( lebih dari 1 tahun). Hal ini bertentangan dengan Kep-161/PJ./2001 yang mengatur bahwa penghapusan NPWP harus sudah diselesaikan dalam jangka waktu 12 bulan sejak permohonan diterima secara lengkap.
Meskipun permohonan penghapusan NPWP telah disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak dan Tenaga Kerja Asing tersebut telah meninggalkan Indonesia, seringkali pihak KPP masih terus mengirim paket Formulir SPT Tahunan WP Orang Pribadi kepada Expatriates tersebut.
Kesimpulan dan Saran
Dari beberapa uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pelayanan kantor pelayanan pajak terhadap Wajib Pajak dibidang penghapusan NPWP berdasarkan Kep-161/PJ./2001 masih sarat dengan ketidak pastian. Agar dapat lebih memberikan kepastian hukum kepada wajib pajak, berikut ini beberapa hal yang penulis sarankan :
a) diberikan batas waktu yang pasti tentang kapan permohonan penghapusan NPWP harus disampaikan ke Kantor pelayanan Pajak. misalnya :
- untuk pembubaran PT, maka permohonan harus disampaikan paling lambat 30 hari sejak RUPSLB tentang pembubaran atau satu minggu sejak diumumkan di Lembaran Berita Negara.
- Untuk Wajib Pajak yang meninggal dunia, maka ahli waris harus mengajukan permohonan penghapusan NPWP paling lambat 30 hari sejak Wajib Pajak meninggal dunia dan atau warisan selesai dibagi.
- Untuk tenaga kerja asing yang meninggalkan Indonesia, permohonan penghapusan NPWP paling lambat disampaikan ke kantor pelayanan pajak dalam 30 hari setelah pencabutan IKTA.
b) diberikan batasan tentang dokumen-dokumen apa saja yang minimal harus dilampirkan dalam permohonan penghapusan NPWP. hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya perbedaan penafsiran antara fiskus dan wajib pajak.
c) diberikan kepastian mengenai jangka waktu penyelesaian. misalnya apabila jangka waktu 12 bulan telah terlampaui, maka permohonan dianggap diterima dan otomatis NPWP dihapus dari administrasi kantor pelayanan pajak.
Untuk lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi wajib pajak, menurut hemat penulis seharusnya Direktorat Jenderal Pajak membuat kebijakan yang lebih serius dalam menangani permohonan penghapusan NPWP sama halnya dengan menangani pendaftaran Wajib Pajak baru untuk mendapatkan NPWP.
Daftar Pustaka
Keputusan Direktorat Jenderal Pajak nomor 161/PJ./2001 tanggal 21 Pebruari 2001 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 tahun 2000
Undang-undang Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
*) Artikel ini dimuat di Majalah Jurnal Perpajakan Indonesia Vol 3 No. 3 bulan Oktober 2003

Selasa, Desember 07, 2004

Hikss.. harus ganti HP.. :(

Tadi sempat mampir ke Grapari Telkomsel karena SIM CARD sejak abis lebaran kemarin sering Error. Ternyata setelah dicek & dicoba ke HP lain SIM CARD no problem. "Kemungkinan kerusakan terjadi pada HP anda" demikian kata CS telkomsel. Hikss.. harus ganti HP... :( *blm ada budget untuk beli HP nihh*. Meskipun R-600ku udah kuno & jelek buaangetttttt.. tapi kalau masih berfungsi aku ga berniat utk menggantinya dg HP lain. :). Ehh... jadi inget Nokia 3330ku yang diilangin adikku setahun yang lalu.. hmmhh.. kalau bisa minta ganti sama dia OK jg tuhh ... ;).

Seperti hari2 lainnya, begitu sampai kantor, duduk, nyalain komputer.. check email. Pagi ini tdk ada email yang harus di follow up. malahan di inbox cuman ada beberapa spam plus 1 new message notification dari FS. ada message dari temannya temennya temenku :D. malahan kalau dideretin lebih panjang lagi masih bisa lho.. beneran :D. Dia pingin gabung di milis tax-ina (udah 2x subscribe lho.. ), tapi krn pakai telkomnet.. sementara ini mods blm bisa approve. maaf ya mbak, krn "hrs" pakai corporate email, kec kalau mods kenal secara langsung..

ehh.. udah jam 9.30.. mesti kerja dulu nihh.. udahan dulu yaa. nanti siang cerita2 lagi dehh..

Senin, Desember 06, 2004

Test Blogger nih.. :)

Hari ini Senin 06 Des 2004, iseng-iseng aku bikin account di blogger nih. Meskipun aku sudah punya blog di www.triyani.blogdrive.com, yang sampai saat ini masih blm di edit juga sejak pertama buat.. :), akhirnya aku coba bikin lagi di blogger.com. Ini postingan pertamaku. Meskipun daftar pekerjaan yg harus diselesaikan masih banyak, alhamdulillah masih sempat main2 di dunia maya.

Seperti biasa, hari Senin adalah hari pertama untuk mengawali aktivitas pekerjaan untuk seminggu ini. Karena Jum'at kemarin baru dapet SPHP (salah satu client) dari karikpa khusus I -yg katanya udah mau dibubarin per 15 Dec 2004-, jadilah hari ini aku harus menyiapkan jawaban SPHP. Pada dasarnya dalam SPHP tsb bisa dibilang tdk ada koreksian yang "material", apalagi koreksi2 yang ngawur, sama sekali tidak ada. Alhamdulillah.. :). Satu2nya koreksi yang harus aku "complaint" hanya dari konfirmasi SSP yang blm ada jawabannya. Hmmh.. tapi mereka sudah siapkan surat konfirmasi yang baru kok. makanya tadi keliling nganterin surat konfirmasi.. -kadang2 aku merangkap jadi kurir jg dehh.. :D-

Wakss.. udah 17.30.. it's time to go home... babay...


Free shoutbox @ ShoutMix