Selamat Datang di personal weblog Triyani

Selamat Membaca semoga bermanfaat. Untuk kritik, saran dan pertanyaan lebih lanjut silahkan email ke triyani08@yahoo.com
Silahkan Kunjungi Blog yang lebih Up to date di http://triyani.wordpress.com

Rabu, November 22, 2006

new regulation : SE-13/PJ.52/2006 -No Faktur Pajak sejak Jan 2007--

ini kutipan SE mengenai format no faktur pajak yang berlaku sejak jan 2007..
siap2 kalau nanti saat menyampaikan laporan SPT Masa bulan Des.. tidak dilampiri dg surat2 pemberitahuan.. ditolak... :)

Salam,
Triyani

-------------------
SURAT EDARAN
NOMOR : SE - 13 /PJ.52/2006

TENTANG

PENYAMPAIAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 159 /PJ./2006 TENTANG SAAT PEMBUATAN, BENTUK, UKURAN, PENGADAAN, TATA CARA PENYAMPAIAN, DAN TATA CARA PEMBETULAN FAKTUR PAJAK STANDAR


Bersama ini disampaikan kepada Saudara salinan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-159/PJ./2006 tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata Cara Penyampaian, dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian adalah sebagai berikut :

1. Dalam rangka memberikan kemudahan dan kepastian hukum kepada Pengusaha Kena Pajak dalam mengisi Faktur Pajak Standar dan mengoptimalkan kegunaan sistem faktur pajak yang dianut dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 dengan dukungan teknologi informasi, diterbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata Cara Penyampaian, dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar sebagai pengganti dari aturan sebelumnya yaitu Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-549/PJ./2000 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan PER-59/PJ./2005. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006 ini sekaligus mencabut Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-424/PJ./2002 tentang Penerbitan dan Pengkreditan Faktur Pajak yang Dibuat Tidak Tepat Waktu.

2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ/2006 berlaku untuk penerbitan Faktur Pajak Standar mulai Masa Pajak Januari 2007.

3. Faktur Pajak Standar.
a. Saat Pembuatan.
a.1. Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat:
- pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dalam hal pembayaran diterima setelah akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
- pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
- pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
- pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau
- pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
a.2. Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling lambat :
- pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, dalam hal pembayaran baik sebagian atau seluruhnya terjadi setelah berakhirnya bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak; atau
- pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, dalam hal pembayaran baik sebagian atau seluruhnya terjadi sebelum berakhirnya bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak

b. Bentuk dan Ukuran.
Bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak Standar disesuaikan dengan kepentingan Pengusaha Kena Pajak dan dalam hal diperlukan dapat ditambahkan keterangan lain, serta dapat dibuat sebagaimana contoh pada Lampiran IA Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006 untuk transaksi yang menggunakan mata uang rupiah dan Lampiran IB Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 159/PJ./2006 untuk transaksi yang menggunakan mata uang asing dan/atau rupiah.

c. Pengadaan.
c.1. Pengusaha Kena Pajak melakukan pengadaan sendiri atas Faktur Pajak Standar yang diterbitkannya.
c.2. Faktur Pajak Standar dibuat rangkap 2 (dua), masing-masing 1 (satu) lembar untuk pembeli dan 1 (satu) lembar untuk penjual, dan dapat dibuat lebih dari 2 (dua) rangkap yang secara nyata dijelaskan peruntukannya dalam lembar Faktur Pajak Standar yang bersangkutan.

d. Tata Cara Pengisian Keterangan pada Faktur Pajak Standar.
d.1. Tata Cara Pengisian Keterangan pada Faktur Pajak Standar dilakukan sebagaimana diatur dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006.
d.2. Faktur Penjualan yang memuat keterangan sesuai dengan keterangan dalam Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, dan pengisiannya sesuai dengan Tata Cara Pengisian Keterangan pada Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada butir d.1., dipersamakan dengan Faktur Pajak Standar.


e. Format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar.
e.1. Kode Faktur Pajak Standar terdiri dari 6 (enam) digit, dengan rincian sebagai berikut :
- 2 (dua) digit pertama adalah Kode Transaksi, dengan rincian sebagai berikut :

Kode Transaksi Digunakan untuk
01 penyerahan kepada selain Pemungut PPN
02 penyerahan kepada Pemungut PPN Bendaharawan Pemerintah
03 penyerahan kepada Pemungut PPN Lainnya (selain Bendaharawan Pemerintah)
04 penyerahan yang menggunakan DPP Nilai Lain kepada selain Pemungut PPN;
05 penyerahan yang Pajak Masukannya diDeemed kepada selain Pemungut PPN;
06 penyerahan Lainnya kepada selain Pemungut PPN;
07 penyerahan yang PPN atau PPN dan PPn BM-nya Tidak Dipungut kepada selain Pemungut PPN;
08 digunakan untuk penyerahan yang Dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPn BM kepada selain Pemungut PPN;
09 digunakan untuk penyerahan Aktiva Pasal 16D kepada selain Pemungut PPN

- 1 (satu) digit berikutnya adalah Kode Status, dengan rincian sebagai berikut:

Kode Status Digunakan untuk
0 Normal
1 Penggantian

- 3 (tiga) digit berikutnya adalah Kode Cabang.

e.2. Nomor Seri Faktur Pajak Standar, terdiri dari 10 (sepuluh) digit, dengan rincian sebagai berikut:
- 2 (dua) digit pertama adalah Tahun Penerbitan.
Cara penulisan Tahun Penerbitan pada Nomor Seri Faktur Pajak Standar adalah dengan mencantumkan dua digit terakhir dari tahun diterbitkannya Faktur Pajak Standar, contohnya tahun 2007 ditulis ‘07’.
- 8 (delapan) digit selanjutnya adalah Nomor Urut.

Sehingga format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar secara keseluruhan menjadi sebagai berikut:
0 0 0. 0 0 0 - 0 0 . 0 0 0 0 0 0 0 0

f. Tata Cara Penerbitan Faktur Pajak Standar.
f.1. Kode Cabang, diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
f.1.1. bagi Pengusaha Kena Pajak yang dipusatkan secara jabatan pada Kantor Pelayanan Pajak yang menerapkan Sistem Administrasi Modern (SAM), namun :
f.1.1.1. sistem penerbitan Faktur Pajak Standar-nya belum online antara Kantor Pusat dan Kantor-kantor Cabang-nya; dan/atau
f.1.1.2. Kantor Pusat dan/atau Kantor-kantor Cabang-nya ada yang ditetapkan sebagai Penyelenggara Kawasan Berikat dan/atau ditetapkan sebagai Pengusaha Di Kawasan Berikat dan/atau berada di Pulau Batam dan/atau mendapat fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor;
maka :
- Kode Cabang ditentukan sendiri secara berurutan, diisi dengan kode ’000’ untuk Kantor Pusat dan dimulai dari kode ’001’ untuk Kantor Cabang, serta Pengusaha Kena Pajak wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat pemusatan pajak terutang dilakukan paling lambat sebelum Faktur Pajak Standar diterbitkan, dengan menggunakan formulir yang ditetapkan.
- Untuk pertama kali, Pengusaha Kena Pajak dapat mengurutkan Kode Cabang menurut cara yang dianggap paling mudah, namun untuk penambahan Kode Cabang baru setelah berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006, disarankan kepada Pengusaha Kena Pajak untuk mengurutkan Kode Cabang berdasarkan tanggal pengukuhan masing-masing Kantor Cabang.
- Kode Cabang dapat ditambah dan/atau dihentikan penggunaannya karena adanya penambahan dan/atau pengurangan Kantor Cabang sesuai dengan perkembangan usaha dan Pengusaha Kena Pajak wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atas penambahan dan/atau penghentian penggunaan Kode Cabang tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan paling lambat sebelum Faktur Pajak Standar diterbitkan dan/atau sesudah pengurangan Kantor Cabang, dengan menggunakan formulir yang ditetapkan dan dilampiri dengan dokumen pendukung.
- Peruntukan Kode Cabang tidak boleh berubah, dan Kode Cabang yang sudah dihentikan penggunaannya tidak boleh digunakan kembali.
f.1.2. Bagi Pengusaha Kena Pajak selain dari Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada butir f.1.1. Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak Standar diisi dengan kode ’000’.

f.2. Nomor Urut, diisi dengan ketentuan sebagai berikut :
f.2.1. Nomor Urut dibuat secara berurutan, tanpa perlu dibedakan antara Kode Transaksi, Kode Status Faktur Pajak Standar dan mata uang yang digunakan.
f.2.2. Nomor Urut dimulai dari 1 (satu) pada setiap awal tahun takwim mulai bulan Januari, kecuali bagi Pengusaha Kena Pajak yang baru dikukuhkan, maka Nomor Urut 1 (satu) dimulai sejak Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan. Bagi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada butir f.1.1, maka Nomor Urut 1 (satu) dimulai pada setiap awal tahun takwim mulai bulan Januari pada masing-masing Kantor Pusat dan Kantor-kantor Cabangnya kecuali bagi Kantor Cabang yang baru dikukuhkan, maka Nomor Urut 1 (satu) dimulai sejak Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan.
f.2.3. Apabila sebelum bulan Januari tahun takwim berikutnya, Nomor Urut telah habis digunakan oleh Pengusaha Kena Pajak (termasuk Nomor Urut di Kantor Pusat dan/atau Kantor-kantor Cabang bagi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada butir f.1.1.), maka Pengusaha Kena Pajak harus menerbitkan dengan Nomor Urut dimulai dari Nomor Urut 1 (satu) dan Pengusaha Kena Pajak wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis, paling lambat pada saat Faktur Pajak Standar dengan Nomor Urut 1 (satu) tersebut diterbitkan, dengan menggunakan formulir yang ditetapkan.
f.2.4. Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada butir f.2.3. pada awal tahun takwim berikutnya harus menerbitkan Faktur Pajak Standar dengan Nomor Urut dimulai dari Nomor Urut 1 (satu) kembali.

f.3. Penandatanganan Faktur Pajak Standar.
f.3.1. Pengusaha Kena Pajak wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama pejabat yang berhak menandatangani Faktur Pajak Standar disertai dengan contoh tandatangannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lambat pada saat pejabat yang berhak menandatangani mulai menandatangani Faktur Pajak Standar dengan menggunakan formulir yang ditetapkan.
f.3.2. Pejabat yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak Standar dapat lebih dari 1 (satu) orang.
f.3.3. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi yang tidak memiliki struktur organisasi memberikan kuasa kepada pihak lain untuk menandatangani Faktur Pajak Standar, maka Pengusaha Kena Pajak wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lambat pada saat pihak yang diberi kuasa mulai menandatangani Faktur Pajak Standar, dengan menggunakan formulir yang ditetapkan, dan menyertakan Surat Kuasa Khusus dengan menggunakan formulir yang ditetapkan.
f.3.4. Dalam hal terjadi perubahan pejabat atau kuasa yang berhak menandatangani Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada butir g.3.1. dan g.3.3. maka Pengusaha Kena Pajak wajib menyampaikan perubahan tersebut secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lambat pada saat pejabat atau kuasa pengganti mulai menandatangani Faktur Pajak Standar, dengan menggunakan formulir yang ditetapkan.
f.3.5. Dalam pengertian pejabat yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak Standar, termasuk pula pejabat di tempat-tempat kegiatan usaha yang dipusatkan dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan pemusatan tempat pajak terutang yang Faktur Pajak Standarnya dicetak di tempat-tempat kegiatan usaha masing-masing.
f.4. Penulisan Kode dan Nomor Seri pada Faktur Pajak Standar, harus lengkap sesuai dengan banyaknya digit.

g. Sanksi.
Pengusaha Kena Pajak dikenakan sanksi Pasal 14 ayat (4) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 dalam hal :
g.1. Pengusaha Kena Pajak menerbitkan Faktur Pajak Cacat, yaitu Faktur Pajak Standar yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, termasuk di dalamnya adalah Faktur Pajak Standar yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh pejabat atau kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak. Faktur Pajak Cacat juga meliputi :
g.1.1. Faktur Pajak Standar yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 3.f.1.1. yang Pengusaha Kena Pajak-nya tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan penggunaan Kode Cabang, termasuk apabila ada penambahan atau penghentian penggunaan Kode Cabang sampai dengan diterimanya pemberitahuan. Untuk pertamakali sejak berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006, Pengusaha Kena Pajak yang tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan penggunaan Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak Standar sampai dengan tanggal 20 Januari 2007, maka Faktur Pajak Standar yang diterbitkan sampai dengan diterimanya pemberitahuan merupakan Faktur Pajak Cacat.
g.1.2. Faktur Pajak Standar yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 3.f.1.2. yang menggunakan Kode Cabang selain dari Kode Cabang yang telah ditetapkan.
g.1.3. Faktur Pajak Standar yang pada awal tahun takwim bulan Januari atau pada Masa Pajak saat Pengusaha Kena Pajak pertama kali dikukuhkan tidak diterbitkan mulai dari Nomor Urut 1 (satu), termasuk Faktur Pajak Standar yang diterbitkan oleh Kantor Pusat dan/atau Kantor-kantor Cabang dari Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 3.f.1.1.
g.1.4. Faktur Pajak Standar yang diterbitkan mulai dari Nomor Urut 1 (satu) sebelum Masa Pajak Januari tahun takwim berikutnya yang Pengusaha Kena Pajak-nya tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan sampai dengan Masa Pajak Desember atau sampai dengan diterimanya pemberitahuan, termasuk Faktur Pajak Standar yang diterbitkan oleh Kantor Pusat dan/atau Kantor-kantor Cabang dari Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 3.f.1.1.
g.1.5. Faktur Pajak Standar yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan mengenai pejabat atau kuasa yang berhak menandatangani Faktur Pajak Standar sampai dengan diterimanya pemberitahuan, termasuk apabila terdapat perubahan pejabat atau kuasa. Untuk pertamakali sejak berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006, Pengusaha Kena Pajak yang tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan mengenai pejabat atau kuasa yang berhak menandatangani Faktur Pajak Standar sampai dengan tanggal 20 Januari 2007, maka Faktur Pajak Standar yang diterbitkan sampai dengan diterimanya pemberitahuan merupakan Faktur Pajak Cacat.

g.2. Pengusaha Kena Pajak menerbitkan Faktur Pajak Standar setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak Standar seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud pada butir 3.a, dan Pengusaha Kena Pajak dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak Standar

Catatan :
- Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum pada Faktur Pajak Cacat dan/atau Faktur Pajak Standar yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 3.g.1 dan butir 3.g.2, tidak dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak Pembeli.

h. Tata Cara Pembetulan, Penggantian dan Pembatalan Faktur Pajak Standar.
- Tata cara penggantian Faktur Pajak Standar yang cacat, rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan, tata cara penggantian Faktur Pajak Standar yang hilang, dan tata cara pembatalan Faktur Pajak Standar, diatur dalam Lampiran VIII huruf A, B dan C Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006.
- Penerbitan Faktur Pajak Standar Pengganti atau pembatalan Faktur Pajak Standar hanya dapat dilakukan paling lambat 2 (dua) tahun sejak Faktur Pajak Standar yang diganti atau dibatalkan tersebut diterbitkan sepanjang terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dimana Faktur Pajak Standar yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan, belum dilakukan pemeriksaan dan atas Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak Standar tersebut belum dibebankan sebagai biaya.
- Sebagai konsekuensi dari penerbitan Faktur Pajak Standar Pengganti dan/atau pembatalan Faktur Pajak Standar, Pengusaha Kena Pajak Penjual harus melakukan pembetulan terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dimana Faktur Pajak Standar yang diganti, atau dibatalkan tersebut dilaporkan.
- Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak yang telah melakukan pengkreditan Pajak Masukan atas Pajak Pertambahan Nilai pada Faktur Pajak Standar yang diganti atau dibatalkan oleh Pengusaha Kena Pajak Penjual, harus melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dimana Faktur Pajak Standar yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan, sepanjang belum dilakukan pemeriksaan dan atas Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak Standar tersebut belum dibebankan sebagai biaya.

4. Ketentuan Peralihan.
a. Atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006, namun Faktur Pajak Standar-nya belum diterbitkan pada saat berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006, maka Faktur Pajak Standar harus diterbitkan dengan menggunakan Kode dan Nomor Seri sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006.
b. Atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajak Standar-nya diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006 yang masih menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang lama, namun Faktur Pajak Standar-nya diterima dan/atau dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak Pembeli setelah berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006, maka Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum pada Faktur Pajak Standar tetap dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan perpajakan yang berlaku.
c. Penerbitan Faktur Pajak Standar Pengganti atas Faktur Pajak Standar yang telah diterbitkan sebelum Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku, wajib menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar yang ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
d. Bagi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b yang melakukan pemusatan tempat pajak terutang dan keputusan pemusatannya diberikan sebelum Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-159/PJ./2006 berlaku, namun :
d.1. sistem penerbitan Faktur Pajak Standar-nya belum online antara Kantor Pusat dan Kantor-kantor Cabang-nya; dan/atau
d.2. Kantor Pusat dan/atau Kantor-kantor Cabang-nya ada yang ditetapkan sebagai Penyelenggara Kawasan Berikat dan/atau ditetapkan sebagai Pengusaha Di Kawasan Berikat dan/atau berada di Pulau Batam dan/atau mendapat fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor;
maka tata cara pengisian Kode Cabangnya sama dengan tata cara pengisian Kode Cabang yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud butir 3.f.1.1, sampai dengan berakhirnya masa berlaku pemusatan sepanjang sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai pemusatan tempat pajak terutang.
e. Untuk pertama kali, Pengusaha Kena Pajak wajib menyampaikan secara tertulis penggunaan Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak Standar dan nama pejabat atau kuasa yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak Standar disertai dengan contoh tandatangannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lambat pada tanggal 20 Januari 2007 bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Desember 2006.

5. Para Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, para Kepala Kantor Pelayanan Pajak, para Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, dan para Kepala Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan di seluruh Indonesia, agar :
a. segera melakukan sosialisasi Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang baru beserta tata cara penyampaian dan pembetulannya kepada Pengusaha Kena Pajak yang berada di bawah pengawasannya.
b. menginstruksikan petugas di unit-unit Kantor Pelayanan Pajak untuk melakukan penelitian terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang di dalamnya terdapat Faktur Pajak Standar yang Nomor Urut-nya tidak berurutan. Apabila dirasakan perlu, Petugas di Kantor Pelayanan Pajak dapat meminta keterangan kepada Pengusaha Kena Pajak atas penerbitan Faktur Pajak Standar yang Nomor Urut-nya tidak berurutan.
c. menginstruksikan petugas di Kantor Pelayanan Pajak agar menolak penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Desember 2006 yang tidak dilampiri dengan pemberitahuan secara tertulis penggunaan Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak Standar dan nama pejabat atau kuasa yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada butir 4.e.

6. Sejak tanggal 1 Januari 2007, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.9/1995 tentang Penggantian/Pemberian Kode Seri Faktur Pajak, dinyatakan tidak berlaku.

Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebaik-baiknya.


Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 31 Oktober 2006
Direktur Jenderal,




Darmin Nasution
NIP 130605098

Tembusan :
1. Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan;
2. Inspektur Jenderal Departemen Keuangan;
3. Kepala Biro Hukum Departemen Keuangan;
4. Kepala Biro Humas Departemen Keuangan;
5. Sekretaris Direkorat Jenderal Pajak;
6. Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.

Selasa, November 21, 2006

No Seri Faktur Pajak Berubah sejak Jan 2007

Format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar.

1. Kode Faktur Pajak Standar terdiri dari 6 (enam) digit, dengan rincian sebagai berikut :

- 2 (dua) digit pertama adalah Kode Transaksi, dengan rincian sebagai berikut :
Kode Transaksi Digunakan untuk
01 penyerahan kepada selain Pemungut PPN
02 penyerahan kepada Pemungut PPN Bendaharawan Pemerintah
03 penyerahan kepada Pemungut PPN Lainnya (selain Bendaharawan Pemerintah)
04 penyerahan yang menggunakan DPP Nilai Lain kepada selain Pemungut PPN;
05 penyerahan yang Pajak Masukannya diDeemed kepada selain Pemungut PPN;
06 penyerahan Lainnya kepada selain Pemungut PPN;
07 penyerahan yang PPN atau PPN dan PPn BM-nya Tidak Dipungut kepada selain
Pemungut PPN;
08 digunakan untuk penyerahan yang Dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan
PPn BM kepada selain Pemungut PPN;
09 digunakan untuk penyerahan Aktiva Pasal 16D kepada selain Pemungut PPN

- 1 (satu) digit berikutnya adalah Kode Status, dengan rincian sebagai berikut:
Kode Status Digunakan untuk
0 Normal
1 Penggantian

- 3 (tiga) digit berikutnya adalah Kode Cabang.

2. Nomor Seri Faktur Pajak Standar, terdiri dari 10 (sepuluh) digit, dengan rincian sebagai berikut:
- 2 (dua) digit pertama adalah Tahun Penerbitan.
Cara penulisan Tahun Penerbitan pada Nomor Seri Faktur Pajak Standar adalah dengan mencantumkan dua digit terakhir dari tahun diterbitkannya Faktur Pajak Standar, contohnya tahun 2007 ditulis ‘07’.
- 8 (delapan) digit selanjutnya adalah Nomor Urut.

Sehingga format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar secara keseluruhan menjadi sebagai berikut:
0 0 0. 0 0 0 - 0 0 .0 0 0 0 0 0 0 0

Bandingkan dengan kode Faktur Pajak standar yang berlaku sebelumnya sbb :
ABCDE-XXX-0000000

ABCDE = 5 huruf acak yang diberikan oleh KPP pada saat pengukuhan sebagai PKP
XXX = 3 Digit kode KPP
0000000 = 7 digit no seri Faktur.

Selasa, Mei 30, 2006

Oleh2 dari Nomat

Nonton, salah satu kegiatan yang jarang aku lakukan. Berhubung sudah lama tdk ke bioskop dan kebetulan ada film yang sudah "dinanti-nantikan" sejak blm muncul.. jadi penasaran pingin nonton jg.

Setelah mendengarkan referensi kiri kanan, baca ulasa film Da Vinci Code... ahh kok tdk ada satupun yang bilang kalau film-nya ok. Hampir semua teman yang sudah nonton, bilang kecewa thd film tsb, entah karena harapan terlalu tinggi atau karena hal lain. yang jelas kecewa.. titik.. :). Wahh.. planning mau nonton gak jadi dehh kalau gitu, sebelum kecewa.. bigitu pikirku.

Senin (29-05-06) abis long weekend janjian dg Ida (dulu temen kantor) utk nonton di Djakarta. Ida yang semula ingin nonton Da Vinci Code jg merubah pilihannya. Akhirnya sepakat utk nonton poseidon.

"OK, kita nonton jam 7 saja ya Da, aku keluar Kantor jam 5". Dalam rangka program menghemat.. hehheh (menghemat kok nonton.. :P); dari jagakarsa naik kopaja ke blok M, dan nyambung Transjakarta.

Jam 18.45 sampai di halte sarinah. Ida sudah menunggu di tangga masuk Djakarta, seperti janjinya. Aku langsung ke tempat Ida menunggu. Dari kejauhan aku lihat ida sudah berdiri di tempatnya. Setelah ketemu, say hello dan saling menanyakan kabar (karena dah lama ga ketemu) Ida memberikan oleh2 pesananku.

Belum sempat aku jalan kedepan, tiba2 ada cowok yang sama2 berdiri deket tangga masuk Djakarta membalikkan badannya dg gaya yang sksd... sambil mengulurkan tangan dan say Hello. "Hai, baru dateng, apa kabar... ?" sapanya . kemudian dia berusaha memperkenalkan aku ke teman2 lainnya (di sekitarnya ada sekitar 6-7 orang cowok cewek yang mungkin sedang menunggu rekan lainnya jg). "Ini si A, ini si B, ini si C..." katanya memperkenalkan aku ke teman-temannya.

Sambil terbengong2.. dan mikir "ini salah orang atau nggak sihh" aku menyalami mereka satu2. Ida yang sudah berjalan lebih dulu utk masuk ke Djakarta, ketika menoleh kebelakang (maksudnya nyari aku...) jg terbengong2 melihat aku sedang bersalam-salaman dg orang2 yang tadi berdiri disebelahnya.

setelah selesai bersalaman dg sekelompok orang tadi, aku berjalan ke arah Ida. Tiba2 Ida tanya.. "ketemu siapa Tri?"; banyak amat. "emang ada teman2 kamu di tempat gaul gini?". upsss.. "gak tau.... gw jg heran" sahutku. "gw pikir tuh tadi cowok yang negur gw duluan itu temen kamu"... :D "gw heran aja kok sok kenal banget, bukan loe yang ngenalin ke gw" sambungku. "Enggak, aku pergi sendirian kok", sahut Ida sambil ketawa2.. lha terus loe ngapain salaman ma semua orang tadi.. lanjut ida.

hahahahah... wahh.. berarti salah orang kali tuh tadi cowok negur gw dan ngenalin ke yang lain2nya... gw pikir tuh cowok temen kamu da, gw kirain loe emang nonton rame2 ma temen kantor or temen main loe. tapi anehnya kok loe langsung jalan tanpa ngajak2 mereka dan jg gak ngenalin mrk ke gw.

Jadilah sambil nunggu jam nonton ketawa-ketiwi inget kejadian tsb. lucu juga. sayangnya aku tdk tll ingat nama2 orang yang dikenalkan tsb. dan aku jg tdk bertanya mrk menunggu siapa dst.

Selasa, April 25, 2006

PPh 21 atas tenaga harian lepas dalam Per-15/PJ./2006

Ini iseng aja, sedikit komentar baru baca Per-15/PJ./2006 nemu perbedaan.
Meskipun kalau dilihat dari angka2nya perbedaan tsb nggak material, tapi
kalau dilihat efeknya.. bisa jadi "substansial" jg.. :)

Telat banget yaa hari gini baru baca PER-15. :D

Silahkan yang mau kasih opininya. Thanks


Salam Iseng,

Triyani

---kutipan dari per-15----

Contoh penghitungan :

IV.1.1 Seto dengan status belum menikah. pada bulan Januari 2006 bekerja
sebagai buruh harian pada PT Hanif Sejahtera. Ia bekerja selama 10 hari dan
menerima upah harian sebesar Rp 110.000,00.

Penghitungan PPh Pasal 21 terutang:

Upah sehari Rp 110.000,00

Dikurangi batas upah harian tidak dilakukan pemotongan PPh Rp 110,000,00

--------------------

Penghasilan Kena Pajak Sehari Rp 0,00

PPh Pasal 21 dipotong atas Upah sehari: Rp 0,00

Sampai dengan hari ke-10, karena jumlah kumulatif upah yang diterima belum
melebihi Rp 1.100.000,00, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang dipotong.

Misalkan Seto bekerja selama 11 hari, maka pada hari ke-11, setelah jumlah
kumulatif upah yang diterima melebihi Rp 1.100.000,00, maka PPh Pasal 21
terutang dihitung berdasarkan upah setelah dikurangi PTKP yang sebenarnya.

Upah s.d hari ke-11 (Rp 110.000,00 x 11) Rp 1.210.000,00
PTKP sebenarnya ( Rp 13.200.000,00 x 11 / 360) Rp 403.333,00
-----------------------
Penghasilan Kena Pajak s.d hari ke-11 Rp 806.667,00

PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-11
Rp 806.667 x 5% Rp 40.333,00

PPh Pasal 21 yang telah dipotong s.d hari ke-10 Rp 0,00
----------------------
PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-11 Rp 40.333,00

Sehingga pada hari ke-11, upah bersih yang diterima Seto sebesar:
Rp 110.000,00 - Rp 40.333,00 = Rp 69.667,00

Misalkan Seto bekerja selama 12 hari, maka penghitungan PPh Pasal 21 yang
harus dipotong pada hari ke-12 adalah sebagai berikut:

Upah s.d hari ke-12 ( Rp 110.000,00 x 12) Rp 1.320.000,00
PTKP sebenarnya (Rp 13.200.000,00 x 12 /360) Rp 440.000,00
----------------------
Penghasilan Kena Pajak s.d hari 12 Rp 880.000,00

PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-12
Rp 880.000,00 x 5% Rp 44.000,00

PPh Pasal 21 telah dipotong s.d hari ke-11 Rp 40.333,00
-----------------------
PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-12 Rp 3.667,00

Sehingga pada hari ke-12, Seto menerima upah bersih sebesar:
Rp 110.000,00 - Rp 3.667,00 = Rp 106.333,00

----akhir kutipan---


Triyani's Comment :

Berdasarkan contoh perhitungan tsb penghasilan kena pajak yang menjadi dasar
perhitungan PPh 21 utk tenaga harian lepas TIDAK DIBULATKAN.

----kutipan lagi----

IV.1.2. Abdullah (tidak menikah) pada bulan Maret 2006 bekerja pada
perusahaan PT Gema Nusantara, menerima upah sebesar Rp 150.000,00 per hari.

Penghitungan PPh Pasal 21

Upah sehari Rp 150.000,00
Upah sehari di atas Rp 110.000,00 = Rp 150.000,00 - Rp 100.000,00 = Rp 40.000,00
PPh Pasal 21 = 5% x Rp 40.000,00 = Rp 2.000,00 (harian)

Pada hari kedelapan dalam bulan takwim yang bersangkutan, Abdullah telah
menerima penghasilan sebesar Rp 1.200.000,00, sehingga telah melebihi Rp
1.100.000,00. Dengan demikian PPh Pasal 21 atas penghasilan Abdullah pada
bulan Maret 2006 dihitung sebagai berikut :

Upah 8 hari kerja Rp 1.200.000,00
PTKP : 8 x (Rp 13.200.000,00/360) Rp 293.333,00
---------------------
Upah harian terutang pajak Rp 906.667,00

Pembulatan Rp 906.000,00
PPh Pasal 21 = 5% x Rp 906.000,00 Rp 45.300,00

PPh Pasal 21 yang telah dipotong
7 x Rp 2.000,00 Rp 14.000,00
--------------------
PPh Pasal 21 kurang dipotong Rp 31.300,00

Jumlah sebesar Rp 31.300,00 ini dipotongkan dari upah harian sebesar Rp
150.000,00 sehingga upah yang diterima Abdullah pada hari kerja kedelapan
adalah Rp 150.000,00 - Rp 31.300,00 = Rp 118.700,00

Pada hari kerja ke 9 dan seterusnya dalam bulan takwim yang bersangkutan,
jumlah PPh Pasal 21 per hari yang dipotong adalah :

Upah sehari Rp 150.000,00
PTKP
- untuk WP sendiri Rp 13.200.000,00 : 360 Rp 36.667,00
--------------------
Upah harian terutang pajak adalah Rp 113.333,00

Pembulatan Rp 113.000,00

PPh Pasal 21 terutang adalah 5% x Rp 113.000,00 = Rp 5.650,00

----akhir kutipan lagi----

Triyani's Comment :

Dalam contoh perhitungan ke-2 untuk case yang sama (tenaga harian lepas)
Penghasilan kena pajak yang menjadi dasar perhitungan PPh 21 DIBULATKAN
ribuan kebawah.

Pertanyaan :
1) Berdasarkan contoh tsb diatas, bagaimana seharusnya perhitungan PPh 21
untuk tenaga harian lepas, apakah penghasilan kena pajaknya DIBULATKAN dalam
ribuan kebawah atau TIDAK ?

Jawaban Triyani (nanya sendiri jawab sendiri heheheh.. ) Berdasarkan contoh
perhitungan tsb diatas :

1. Kalau penghasilannya s/d 110rb/hari, tetapi dalam 1 bln takwim lebih dari
1,1Jt, penghasilan kena pajak-nya TIDAK DIBULATKAN.

2. Kalau penghasilannya diatas 110rb/hari maka penghasilan kena pajak-nya
DIBULATKAN.

Notes : Jawaban tsb adalah jawaban asal, sehingga bisa benar bisa juga
salah.. hehehehehe.


Berikut ini adalah petunjuk umum untuk perhitungan PPh 21 atas tenaga harian
lepas :

a. Tentukan jumlah upah/uang saku harian, atau rata-rata upah/uang saku
yang diterima atau diperoleh dalam sehari:

. upah/uang saku mingguan dibagi 6;
. upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan dalam sehari;
. upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan borongan.

b. Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian belum melebihi Rp 110.000,00, dan jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan takwim yang bersangkutan belum melebihi Rp 1.100.000,00, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang harus dipotong.

c. Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian telah melebihi Rp 110.000,00, dan sepanjang jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan takwim yang bersangkutan belum melebihi Rp 1.100.000,00, maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian setelah dikurangi Rp 110.000,00, dikalikan 5%.

d. Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan takwim yang bersangkutan telah melebihi Rp 1.100.000,00, maka PPh Pasal 21 yang terutang dihitung dengan mengurangkan PTKP yang sebenarnya, yaitu sebanding dengan banyaknya hari, dari jumlah upah bruto yang bersangkutan.

Comments :
Dalam petunjuk umum tsb tidak ada keterangan kalau PKP-nya harus dibulatkan.

Kalau dalam pasal 17 UU PPh ayat 4 disebutkan bhw untuk keperluan penerapan
tarif (penerapan tarif pasal 17 -red-) maka penghasilan kena pajak dibulatkan kebawah dalam ribuan rupiah penuh.

Pertanyaan lagi :
Tarif 5% yang digunakan dalam menghitung PPh 21 atas penghasilan tenaga
harian lepas apakah merupakan tarif pasal 17? Karena dalam petunjuk tsb
disebutkan dikalikan 5% (bukan dikalikan dg tarif pasal 17).

---------
Triyani
PT Partner Utama Konsultan (PARTAMA Consultant)
Financial, Management, & Registered Tax Consultants
Telp.: 021-7888.7627; 7888.5073; 7918.1286
Fax.: 021-7888.5073; 7918.1301

Jumat, Februari 24, 2006

Bingung Isi SPT Tahunan ?

Bingung ngisi SPT Tahunan?
Baru Pertama kali dapat tugas ngisi SPT ?
Pingin tahu bagaimana ngisi SPT yang benar ?
Pingin tahu bagaimana menghitung PPh Badan ?
Pingin tahu bagaimana menghitung PPh 21 ?

Let's join with our workshop below.... :)

Rgds
Triyani
---

UNDANGAN WORKSHOP PENGISIAN SPT PPh BADAN DAN SPT PPh 21

Setiap Wajib Pajak Badan diwajibkan untuk mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan (SPT 1771) dan SPT Tahunan PPh 21 (SPT 1721). SPT Tahunan tahun 2005 paling lambat disampaikan ke KPP pada tgl 31 Maret 2006.

Untuk mempelajari hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam mengisi SPT tahunan PPh Badan dan SPT Tahunan PPh 21 serta aspek-aspek yang terkait lainnya, Mailing list tax-ina bekerja sama dengan PT PARTAMA Consultant dan Universitas Al Azhar Indonesia, bersama ini mengundang Anda untuk mengikuti Pelatihan dan diskusi yang akan diselenggarakan pada :


Hari/Tgl : Selasa – Rabu ; 7-8 Maret 2006
Waktu : Jam 08.30 s/d Jam 15.30
Topik : 1. SPT PPh Badan, Selasa 07 Maret 2006
2. PPh 21, Rabu 08 Maret 2006

Dipandu Oleh : Bp. Prianto Budi Saptono, Ak, BKP
(Tax Partner PT PARTAMA Consultant)

Tempat : Universitas Al Azhar Indonesia
Komplek Masjid Agung Al Azhar
Jakarta Selatan

Biaya : Rp 300.000/orang / hari

Fasilitas : Hardcopi Makalah,
Softcopi Makaladh dan SPT 1771 dan SPT 1721 dalam format
Excel, Certificate of Participation,
Cofee Break (2x) + Lunch

Pendaftaran ditutup tanggal 5 Maret 2006 (kecuali kapasitas sudah
penuh). Pembayaran paling lambat tanggal 6 Maret 2006.
Pembayaran di transfer ke rekening BCA no : XXX XXX XXXX (INFORMED BY JAPRI)

Untuk pendaftaran dan konfirmasi pembayaran dapat menghubungi moderator melalui email : tax-ina-owner@yahoogroups.com atau triyani08@yahoo.com dengan mengisi formulir pendaftaran dibawah ini.

Terima kasih atas partisipasi anda.

Hormat kami,

Moderator tax-ina

Triyani (Ph 0812 8570 921 )




Form Pendaftaran Workshop PEngisian SPT Tahunan PPh Badan dan PPh 21

Nama Peserta : …………………………………………
Jabatan :.................

Nama Perusahaan : …………………………………………..

Alamat Lengkap : ……………………………………………..
Email address : ……………………………………………….

No Telp yang dapat dihubungi : ……………………………………………….

Mendaftar Untuk : ………………………………..
(Mohon isi pilihan pelatihan sesuai nomor dibawah )
1. Pelatihan SPT PPh Badan Tgl 7 Maret 2006
2. Pelatihan SPT PPh 21 Tgl 8 Maret 2006
3. Pelatihan SPT PPh Badan dan SPT PPh 21 Tgl 7 – 8 Maret 2006.

Kamis, Februari 09, 2006

Mother, how are you today

Mother, how are you today
[Maywood]

Mother, how are you today?
Here is a note from your daughter,
With me everything is okay.
Mother, how are you today?
Mother, don't worry, I'm fine.
Promise to see you this summer.
This time there'll be no delay.
Mother, how are you today?
I found the man of my dreams.
Next time you will get to know him.
Many things happened while I was away.
Mother, how are you today?
Mother, how are you today?
Here is a note from your daughter,
With me everything is okay.
Mother, how are you today?
Many things happened while I was away.
Mother, how are you today?
Mother, how are you today?

Rabu, Februari 08, 2006

Bad mood nehh

Lagi bad mood banget nehh. enaknya ngapain yah?
ihh dari tadi kayaknya males banget mo ngapa2in, pdhal byk hal yang harus dilakukan... :(

Minggu, Januari 15, 2006

Dikasih NPWP ? Trus kudu ngapain ?

Buat teman2 yang terpaksa punya NPWP krn dikirimin hadiah oleh DJP, dan masih bingung harus ngapain setelah punya NPWP, mending gabung di workshop berikut ini... :)

Salam,
Triyani

UNDANGAN WORKSHOP PPh ORANG PRIBADI.

Setiap orang yang mempunyai penghasilan diatas PTKP Wajib memiliki
NPWP. Saat ini DJP telah menerbitkan NPWP secara Jabatan untuk Wajib
Pajak Orang Pribadi berdasarkan data yang diperoleh dari berbagai
sumber. Apakah Anda merupakan salah satu Wajib Pajak Baru tersebut ?
Sudah tahukah Anda apa yang harus dilakukan setelah memiliki
NPWP ? Tahukah anda apa hak dan kewajiban Anda sebagai Wajib
Pajak ? Tahukah Anda Bagaimana menghitung Pajak yang terutang atas
penghasilan yang Anda peroleh ? Tahukah Anda bagaimana mengisi SPT
Tahunan Anda ? Tahukah Anda apa resiko yang akan timbul atas ketidak
tahuan Anda ? Segera hilangkan kekhawatiran Anda dengan bergabung
bersama kami.

Untuk mempelajari aspek perpajakan yang terkait dengan Wajib Pajak
Orang Pribadi, PT PARTAMA Consultant bekerja sama dengan milis tax-
ina, mailing list groups of tax professionals of taxpayers in
Indonesia, bersama ini mengundang Anda untuk mengikuti Pelatihan dan
Diskusi yang akan diselenggarakan pada :

Hari/Tgl : Sabtu, 28 Januari 2006
Waktu : Jam 08.30 s/d Jam 15.30
Tema : Perpajakan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
Dipandu Oleh : Bp. Prianto Budi Saptono, Ak, BKP
(Tax Partner PT PARTAMA Consultant)
Tempat : Dieng Room - Hotel Kartika Candra,
Jl Gatot Subroto – Jakarta
Biaya : Rp 300.000/orang
Fasilitas : Hardcopy Makalah
Softcopy SPT 1770 dan SPT 1770-S dalam format Excel.
Certificate of Participation. Cofee Break (2x) + Lunch

Pendaftaran ditutup tanggal 24 Januari 2006 (kecuali kapasitas sudah
penuh). Pembayaran paling lambat tanggal 25 Januari 2006.
Pembayaran di transfer ke rekening BCA no : XXX.XXX.XXX [informed by japri]

Untuk pendaftaran dan konfirmasi pembayaran dapat menghubungi moderator melalui email : tax-ina-owner@yahoogroups.com atau triyani08@yahoo.com dengan mengisi formulir pendaftaran dibawah ini.

Terima kasih atas partisipasi anda.

Hormat kami,
Moderator tax-ina

Triyani

-----------
Form Pendaftaran Workshop PPh Orang Pribadi

Nama Peserta : …………………………………………
Jabatan :.................
Nama Perusahaan : …………………………………………..

Alamat Lengkap : ……………………………………………..

Email address : ……………………………………………….

No Telp yang dapat dihubungi : ……………………………………………….


----------
Topik-topik yang akan dibahas antara lain :

Perpajakan Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi

1. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Orang Pribadi

a. Kewajiban memiliki NPWP bagi WPOP.
b. Bagaimana mengajukan Penghapusan NPWP bagi WPOP
c. Apa yang harus dilakukan WPOP setelah memperoleh NPWP

2. Perhitungan PPh Untuk WPOP

a. Pengertian PPh Orang Pribadi
b. Subjek Pajak Orang Pribadi
c. Penghasilan yang merupakan Obyek PPh
d. Penghasilan yang bukan merupakan Obyek PPh Non Final
e. Penghasilan yang merupakan Obyek PPh Final
f. Pajak untuk WPOP Karyawan yang memiliki penghasilan teratur
lainnya
g. Pajak untuk WPOP Karyawan yang memiliki Penghasilan yang tidak
teratur
h. Pajak untuk WPOP yang bekerja di lebih dari satu pemberi kerja
i. Pajak untuk WPOP Pengusaha dan Professional yang melakukan
pekerjaan bebas
j. Perhitungan PPh bagi WPOP yang memiliki perjanjian Pisah Harta
k. Daftar Harta dan Kewajiban bagi WPOP dan pengaruhnya terhadap PPh
terutang.
l. Analisa Biaya Hidup bagi WPOP dan pengaruhnya terhadap PPh
terutang.
m. Lampiran yang disyaratkan dalam SPT Tahunan PPh OP

3. Cara Mengisi SPT PPh OP

a. Studi kasus Pengisian SPT 1770-S
b. Studi Kasus Pengisian SPT 1770


Free shoutbox @ ShoutMix