Selamat Datang di personal weblog Triyani

Selamat Membaca semoga bermanfaat. Untuk kritik, saran dan pertanyaan lebih lanjut silahkan email ke triyani08@yahoo.com
Silahkan Kunjungi Blog yang lebih Up to date di http://triyani.wordpress.com

Senin, Januari 17, 2005

Pengantar Perpajakan Untuk Karyawan

Pajak itu apaan sih.. ? ngapain juga harus bayar pajak, gak ada manfaatnya. masa gw “dipaksa” daftar dan harus bayar pajak jg, aku khan cuman kerja dan pajaknya udah dibayarin kantor.. gw gak mau tahu ! Waduh…. tiba2 gw dikasih NPWP nihh dari kantor, gimana donkk.. ? kok tiba2 gw dapet surat teguran dari kantor pajak sih, padahal pajaknya udah dibayarin kantor.. dst.. itu pertanyaan2 dan komentar semacam itu sering sekali aku dengar. Aku maklum sihh.. :)

Hmmm… meskipun tidak pernah mendaftarkan diri ke KPP, tapi tiba2 anda sudah mempunyai NPWP tanpa “disadari”?, atau tiba2 anda diharuskan untuk melampirkan NPWP sebagai salah satu syarat kelengkapan administrasi di perbankan atau ditempat lain, sehingga anda terpaksa harus mendaftarkan diri ke KPP untuk memperoleh NPWP?. Tapi anda belum (tidak ?) mengetahui apa yang harus dilakukan setelah mempunyai NPWP ? Silahkan simak tulisan berikut ini... :)

Selamat membaca……….semoga bermanfaat.

Rgds,
Triyani



---------------------
Pengantar Perpajakan Untuk Karyawan.

Pendahuluan

Seiring dengan usaha-usaha pemerintah untuk meningkatkan tax ratio, sejak tahun 2000 pemerintah telah melakukan upaya ekstensifikasi dibidang perpajakan. Kegiatan Eksensifikasi dilakukan pemerintah antara lain dengan cara “memaksa” Wajib Pajak Orang Pribadi memiliki NPWP secara Sistem.

Sebagai wajib pajak kita harus memahami hak dan kewajiban kita dibidang perpajakan, agar tidak dirugikan. Namun dalam kenyataannya masih banyak Wajib Pajak yang belum memahami hak dan kewajiban perpajakannya. Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang berstatus sebagai karyawan. Dalam tulisan ini penulis bermaksud untuk memberikan gambaran awal mengenai hak dan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang berstatus Karyawan.

Kewajiban Untuk Mendaftarkan Diri Guna Memperoleh NPWP.

Mengapa harus mendaftarkan diri ?

Sebagaimana diatur dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan pasal 2 ayat (1) Setiap Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, apabila sampai dengan suatu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lambat pada akhir bulan berikutnya. Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban untuk mendaftarkan diri dapat diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Apa sanksinya jika Wajib Pajak tidak mau mendaftarkan diri ?

Jika Wajib Pajak dengan sengaja tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, akan terkena sanksi pidana. Yaitu pidana penjara paling lama enam (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.


Bagaimana cara untuk mendaftarkan diri ?

Jika anda ingin mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak untuk memperoleh NPWP karena kemauan anda sendiri, maupun karena anda mendapat surat himbauan untuk mendaftarkan diri dari KPP aka hal-hal yang harus dilakukan adalah sbb :

- Mendatangi Kantor Pelayanan Pajak setempat dan menghubungi petugas di loket pendaftaran.
- Mengisi dan menandatangani Formulir Pendaftaran yang telah disediakan.
- Melampirkan Fotokopi Kartu Tanda Penduduk bagi Penduduk Indonesia atau paspor di tambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang sekurang - kurangnya Lurah atau kepala desa bagi orang asing.
- Apabila permohonan ditandatangani oleh orang lain, harus dilengkapi dengan surat kuasa khusus.
- Apabila anda mendaftarkan diri karena mendapat surat himbauan dari Kantor Pajak, sebaiknya anda melampirkan salinan surat himbauan tersebut.

Meskipun dalam ketentuan Tata cara pendaftaran tidak disyaratkan agar melampirkan Surat Keterangan Kerja dan Kartu Keluarga, namun akan lebih baik apabila anda juga melampirkan surat keterangan kerja dari perusahaan tempat anda bekerja dan Kartu Keluarga anda. Hal ini karena terkadang terdapat petugas KPP yang meminta dokumen tersebut. Hal ini juga digunakan untuk memastikan bahwa anda benar merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi yang berstatus sebagai karyawan dan besarnya PTKP anda.
Setelah dokumen lengkap, paling lambat hari kerja berikutnya petugas KPP sudah harus menerbitkan Surat Keterangan Terdaftar dan kartu NPWP.

Hak dan Kewajiban Setelah memperoleh NPWP

Apa yang harus dilakukan setelah memperoleh NPWP ?

Setelah memperoleh NPWP sebaiknya segera memberitahukan bagian personalia (bagian pajak) tempat anda bekerja agar NPWP anda dicatat bagian penggajian (pajak). Hal ini untuk memastikan bukti potong PPh 21 yang akan dibuat oleh perusahaan nantinya mencantumkan NPWP anda. Selain itu juga untuk memastikan Nama dan alamat yang tertera di bukti potong sama dengan nama dan alamat yang tertera dalam kartu NPWP anda.

Apakah Wajib Pajak Orang Pribadi yang bertatus sebagai karyawan juga harus membayar pajak sendiri dan melaporkan ke KPP setiap bulan ?

Jika anda merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi yang berstatus sebagai Karyawan maka anda TIDAK memiliki kewajiban untuk membayar pajak sendiri atas gaji yang anda peroleh setiap bulan. Anda juga tidak memiliki kewajiban untuk membuat laporan (SPT Masa) ke Kantor Pelayanan Pajak setiap bulan.

Perusahaan tempat anda bekerja memiliki kewajiban untuk memotong pajak atas gaji (penghasilan) yang dibayarkan kepada karyawannya setiap bulan dan menyetorkannya ke Kas Negara. Sehingga gaji yang dibayarkan kepada karyawan adalah gaji bersih setelah dipotong pajak penghasilan.

Laporan apa yang harus dibuat ?

Kewajiban yang harus dilakukan oleh WPOP yang berstatus sebagai karyawan adalah menyampaikan laporan tahunan (menyampaikan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi) dengan formulir yang telah disediakan. (Form 1770-S).

Kapan SPT Tahunan tersebut harus disampaikan ke KPP ?

SPT Tahunan anda paling lambat harus dilaporkan pada tanggal 31 Maret tahun berikutnya.

Apa Sanksinya jika terlambat atau tidak melaporkan ?

Jika anda terlambat menyampaikan SPT 1770-S tersebut anda akan terkena sanksi administrasi atas keterlambatan tsb sebesar Rp 100.000,-

Setiap orang yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar, atau tidak lengkap, atau melampirkan keterngan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling tingi 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan surat pemberitahuan atau menyampaikan surat pemberitahuan dan atau ketrengan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugaian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling lama enam (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Bagaimana cara membuat SPT Tahunan ?

SPT Tahunan bagi WPOP yang berstatus sebagai karyawan merupakan SPT Tahunan yang paling sederhana. Formulir SPT 1770-S terdiri dari :

1. Lembar Induk SPT yang terdiri dari 2 halaman. Halaman 1 lembar Identitas Wajib Pajak dan informasi tentang Total penghasilan dan total pajak terutang ; lembar 2 informasi tentang penghasilan yang telah dikenakan pajak secara final, daftar lampiran serta lembar pernyataan dan Tanda Tangan Wajib Pajak.
2. Lampiran I yang berisi rincian penghasilan netto dan daftar pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain serta PPh yang ditanggung pemerintah.
3. Lampiran II yang berisi Daftar Harta dan Kewajiban.

Agar dapat mengisi SPT 1770-S anda, sebelumnya anda harus memperoleh bukti pemotongan PPh 21 tahunan (Form 1721-A1) dari perusahaan tempat anda bekerja. Setelah anda memperoleh bukti potong pph 21 dari perusahaan, anda dapat mulai mengisi SPT tahunan anda berdasarkan data tsb.

Jika anda memperoleh penghasilan lain, selain dari tempat anda bekerja, anda juga harus melaporkan/menginformasikan penghasilan tsb dalam SPT anda. Mengisi SPT 1770-S akan lebih mudah jika anda membaca buku petunjuk pengisian SPT 1770-S terlebih dahulu. Buku tersebut biasanya dikirimkan oleh KPP bersamaan dg form SPT 1770-S.

Setelah selesai mengisi SPT 1770-S, jangan lupa anda harus membubuhkan tanda tangan anda dibawah bagian pernyataan.

Selain formulir 1770-S, 1770S-I, 1770 S-II, anda juga harus melampirkan Fotocopi Formulir 1721 A1 dan Daftar susunan keluarga yang menjadi Tanggungan.

Setelah anda yakin SPT 1770-S anda telah lengkap, anda dapat menyampaikannya ke KPP setempat (dimana anda terdafar) baik secara langsung maupun melalui kantor pos.

Selasa, Januari 11, 2005

Sahabatku di Aceh

Sejak 26/12/2004, saat pertama kali mengetahui ttg gempa bumi dan gelombang tsunami yg tjd di aceh, aku teringat dengan salah seorang sahabatku di Banda Aceh, Surya Mutiara.

Melihat dan mendengar berita ttg Banda Aceh dg kerusakan yang sedemikian rupa, melihat begitu banyaknya korban yang meninggal, melihat begitu banyaknya keluarga yang saling terpisahkan...aku hanya bisa menangis dan berdoa semoga mereka semua tabah dan ikhlas, Semoga derita itu segera berakhir. Meskipun demikian aku sangat berharap surya dan keluarganya dalam keadaan selamat. Tapi aku tidak tahu bagaimana caranya utk mengetahui keadaannya. Pikiranku melayang... mengenang awal kita saling kenal dan perjalanan persahabatan kita.

**
Meskipun sampai saat ini kita belum pernah bertemu langsung, tapi kita sudah lebih dari 3 tahun saling berkirim email, dan telepon. Berawal dari reply postinganku di Milis M3B utk sharing file terjemah qur'an.. terus berlanjut dg saling berkirim email lainnya, ttg berbagai tausiyah dan kisah. Senang sekali ketika akhirnya kamu telepon aku. Dan setiap telepon begitu banyak pengalaman yang kamu bagikan, begitu banyak motivasi2 agar kita selalu ber-amar ma'ruf nahy munkar, utk selalu "berda'wah" dst. Thanks untuk semua itu. Semoga Allah membalas kebaikan kamu dg pahala yang lebih banyak. Semoga itu semua menjadi amal sholeh. Satu hal yang masih terus melekat dibenakku, dan saat ini terasa begitu menyentuh adalah ttg pandanganmu thd kematian. Dan saat ini, ketika begitu banyak saudara2 di Aceh yang pergi menghadap-Nya.... aku yakin, bahwa kamu akan bisa menghadapinya dengan Ikhlas dan tabah.
**

Aku masih terus bertanya2 (dalam hati).. bagaimana.. keadaanmu disana, tapi aku tak tahu harus bertanya kemana.. :(. Internet Browsing, diskusi dengan teman2 dimilis.. semua tdk lepas dari ttg kondisi Saudara2 di Aceh. Kami yang diluar aceh, ikut merasakan betapa berat beban yang harus dihadapi dlm kondisi seperti itu. dan kami berusaha utk bisa memberikan bantuan semaksimal mungkin.

Sampai tgl 3 Jan 2004, aku baru menyadari bhw salah satu member milis tax-ina (zulfan) juga ada di banda aceh. Meskipun zulfan tidak pernah posting di milis, apalagi ikutan diskusi, tapi members lain cukup memperhatikan thd keberadaan member lainnya. saat itu aku membaca email bang parlin yg mengingatkan kalau zulfan ada di aceh. setelah ada member lain yang mencoba menghubunginya, aku tahu kalau Zulfan dalam keadaan selamat. Alhamdulillah. Aku berusaha utk menanyakan keadaan Surya melalui Zulfan, dengan harapan mereka saling kenal. Tapi sayang, aku belum bisa memperoleh informasi ttg surya, krn Zulfan tdk mengenalnya. :(

*****
Ahad, 09 Jan 2005.
Hari ini ada janji sama teman2 kantor + Julianti untuk ketemu. Oh ya, Julianti ini dulunya salah satu temen kantor juga, dan pernah kost bareng. tapi saat ini dia sudah pindah ke bandung. Karena Jum'at-Senin ini dia sedang ada di Jakarta, jadi janjian main bareng dehh. Ketemu di the Plangi, ngobrol2.. makan & ngiterin Plangi, gak terasa dari jam 14.00 tiba2 udah menjelang jam 17.00. Dan Aku harus pulang. :)
Dalam perjalanan menuju Tomang, iseng aku cek HP. oh my God... I get Missed Call from +62651.... ini nomor Aceh khan. dalam hati aku bertanya2 siapa yang meneleponku.. Surya kah.. atau jangan2 ada salah seorang temanku yang jadi sukarelawan kesana. Berkali2 aku coba utk menelpon balik... tapi telepon tsb tdk dapat dihubungi.. :(. Aku Nyesel banget.. krn ga denger bunyi HP dikeramaian. yeahh.. tapi siapapun yg menghubungiku, aku berdo'a semoga itu merupakan kabar baik :). Sampai malam aku masih mencoba utk menelepon balik, tapi tetap tdk bisa dihubungi... :(

****
Senin, 10 Jan 2005.
Seperti biasa, Hari Kerja di awal pekan lebih sering terasa malas.. :D. Jam 07.00 aku mulai bersiap2 utk pergi kerja. Begitu selesai mandi, aku mengambil HP utk men-set alarm. & Suprised... Missed call from... +62 651.... Again aku merasa menyesal sekali, krn berlama2 dikamar mandi, hingga aku melewatkan telepon. dan... saat aku akan mencoba utk call back, teleponku berbunyi.. dan.. calling from + 62651.... senang sekali akhirnya aku bisa menjawab telepon tsb. Alhamdulillah ya Allah, karena ternyata Surya yang menelponku. Suprised...!!.
*****

Surya, Terima kasih telah menghubungiku dan berbagi kisah ttg perjuangan kamu, tentang kondisi Aceh saat ini. Sungguh, aku takkan dapat menggambarkan dg tepat ttg apa yang kamu alami, tentang perjuangan kamu pada saat terjadinya gelombang tsunami, tentang perasaan kamu, dan tentang Saudara2 kita diaceh dan tentang semuanya....setelah gempa dan gelombang tsunami. Aku bersyukur sekali bhw kamu tetap bisa tegar, tabah dan Ikhlas menghadapi semua ini. Keikhlasan kamu, Kepasrahanmu terhadap Allah dlm menghadapi semua ini sungguh memberikan contoh yang nyata bagiku. Dalam keadaan seperti ini, kamu tetap dapat memberikan tausiyah, tetap berkhusnudzon terhadap Allah. Dalam kondisi sulit seperti itu, utk tetap bersikap seperti kamu.. bukanlah hal yang mudah. dan kamu mampu melakukan itu dengan baik. Itu Luar Biasa.. Subhanallah... !!. Aku berharap semoga Saudara2 di Aceh yang lain jg dapat bersikap seperti kamu.

Aku berdo'a, semoga ujian ini merupakan awal bagi "lahirnya" Aceh yang baru. Semoga hal ini akan semakin menguatkan kamu. Dan Semoga kita bisa mengambil hikmah dari kejadian ini. Semoga kita bisa meningkatkan ketaatan dan kepasrahan kita terhadap Allah. Ujian tsb merupakan bentuk kasih sayang (Rahiim) Allah.


****udahan dulu yaa*****

Senin, Januari 10, 2005

tulisan baru Jan 2005

Tulisan ini dibuat akhir Dec 2004 dan di edit Jan 2005 [gilee.. nulis gini aja lama, gimana mo jadi penulis tetap di e-tabloid yg kemarin dibahas ma temen2 di milis pojokan coba?].

Sebenarnya tulisan ini, pinginnya supaya dimuat di JPI edisi januari spy gak basi.. tapi.. kemarin setelah dikirim aku dpt kabar kalau JPI pindah lagi kantornya.... wahh.. kalau dimuatnya dibulan2 berikutnya.. dah basi banget dehh.. :(.


eniewai... Met baca aja dehh.... kalau ada yg mau kasih komentar... silahkan :)

-=Triyani=-
Additional Notes : Alhamdulillah ternyata artikel ini udah dimuat di JPI Vol 4 No 4, Januari 2005... :) [Tri, Feb 2005]

------
PENYESUAIAN BESARNYA PTKP DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PPh PASAL 21 TAHUN 2005
TRIYANI BUDIANTO

I. Abstrak

Pada tanggal 29 November 2004 Menteri keuagan telah mengesahkan Peraturan nomor 564/KMK.03/2004 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang berlaku sejak tahun pajak 2005. Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak telah disesuaikan dari waktu ke waktu. Hal ini untuk mengimbangi perkembangan perekonomian dan peningkatan besarnya kebutuhan pokok wajib pajak. Selain menyesuaikan besarnya PTKP, Pemerintah juga telah memberikan insentif dibidang PPh Pasal 21 yaitu dengan adanya Pajak penghasilan yang ditanggung Pemerintah.
Dengan berlakunya peraturan menteri keuangan tersebut, maka besarnya PPh pasal 21 yang terutang dan harus dibayar untuk tahun 2005 akan menjadi lebih kecil. Bagi karyawan yang PPh pasal 21-nya tidak ditanggung perusahaan maka perubahan PTKP ini akan meningkatkan besarnya take home pay yang akan diterima oleh karyawan yang bersangkutan. Sementara, bagi perusahaan yang memberikan tunjangan PPh Pasal 21 untuk karyawannya, maka akan mengurangi beban usaha. Hal ini tentu akan meningkatkan profit yang diperolehnya.

II. Pendahuluan

Berdasarkan ketentuan pasal 6 ayat (3) Undang-undang No 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang No 17 tahun 2000, dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang Pribadi, diberikan pengurang berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Besarnya PTKP diatur dalam pasal 7 Undang-undang PPh. Besarnya Penghasilan Kena Pajak telah disesuaikan dari waktu ke waktu.
Pada saat berlakunya Undang-undang No 7 tahun 1983 (sebelum mengalami perubahan) sampai dengan setelah adanya perubahan pertama melalui undang-undang No 7 tahun 1991 besarnya PTKP adalah sebagai berikut :
- Rp. 960.000,- (sembilan ratus enam puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak;
- Rp. 480.000,- (empat ratus delapan puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
- Rp. 960.000,- (sembilan ratus enam puluh ribu rupiah) tambahan untuk seorang istri yang mempunyai penghasilan dari usaha atau dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga lain;
- Rp. 480.000,- (empat ratus delapan puluh ribu rupiah) tambahan untuk setiap orang keluarga sedarah semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Perubahan/penyesuaian besarnya PTKP yang pertama kali dilakukan pada saat perubahan kedua undang-undang PPh, yaitu melalui undang-undang No 10 tahun 1994. Besarnya PTKP berdasarkan undang-undang No. 10 tahun 1994 adalah sebagai berikut :
- Rp 1.728.000,00 (satu juta tujuh ratus dua puluh delapan ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
- Rp. 864.000,00 (delapan ratus enam puluh empat ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
- Rp 1.728.000,00 (satu juta tujuh ratus dua puluh delapan ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1);
- Rp 864.000,00 (delapan ratus enam puluh empat ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

Dalam perubahan ketiga undang-undang Pajak Penghasilan (UU No 17 th 2000), besarnya PTKP kembali disesuaikan. Besarnya PTKP berdasarkan UU No 17 tahun 2000 adalah sebagai berikut :
- Rp 2.880.000,00 (dua juta delapan ratus delapan puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
- Rp 1.440.000,00 (satu juta empat ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
- Rp 2.880.000,00 (dua juta delapan ratus delapan puluh ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1);
- Rp 1.440.000,00 (satu juta empat ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Sejak berlakunya undang-undang No 17 tahun 2000, besarnya PTKP tersebut sering menjadi “sorotan” banyak pihak. Hal ini mengingat besarnya kebutuhan hidup minimum (KHM) dan upah minimum yang terus mengalami kenaikan. Jika kita bandingkan besarnya upah minimum di DKI Jakarta misalnya, pada tahun 2001 sampai 2004 besarnya UMP DKI berturut-turut sebesar Rp 426.250,00 ; Rp 591.266,00 ; Rp 631.554,00 dan Rp 671.550,00 sedangkan besarnya PTKP hanya Rp 240.000/bulan (untuk diri Wajib Pajak). Besarnya PTKP tersebut dirasakan belum sesuai dengan perkembangan ekonomi dan semakin besarnya kebutuhan pokok wajib pajak.

III. Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk tahun 2005
Usulan penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak telah dimasukkan dalam rancangan perubahan undang-undang pajak tahun 2004 yang diusulkan oleh pemerintah. Dalam berbagai seminar dan sosialisasi tentang Pokok-pokok perubahan undang-undang pajak, Pihak DJP menegaskan bahwa besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang diusulkan adalah sebagai berikut :
- Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak
- Rp 1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
- Rp 12.000.000,- (dua belas juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
- Rp 1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 2 (dua) orang untuk setiap keluarga.
Semula usulan perubahan undang-undang pajak tahun 2004 oleh Direktorat Jenderal Pajak direncanakan akan dapat diberlakukan mulai tahun fiskal 2005. Namun demikian, saat ini Dirjen Pajak telah menarik kembali RUU Perpajakan yang sebelumnya telah diserahkan ke Sekretariat Negara untuk dimatangkan kembali dan diselaraskan dengan pengkajian mengenai pengampunan pajak. Meskipun ditarik kembali, Dirjen Pajak berharap agar reformasi paket perpajakan dapat diterapkan secara efektif mulai tahun fiskal 2006 (Bisnis Indonesia, Senin, 13 Desember 2004).
Sebelum usulan perubahan PTKP dalam RUU pajak tahun 2004 dapat diimplementasikan, Pemerintah (dalam hal ini menteri keuangan) telah mengesahkan Peraturan Menteri Keuangan No.564/KMK.03/2004 tgl 29 November 2004 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak. Hal ini dimungkinkan karena bedasarkan Undang-undang PPh diatur bahwa penyesuaian besarnya PTKP ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan (Pasal 7 ayat 3).
Penyesuaian besarnya PTKP tersebut dibuat dengan pertimbangan bahwa besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang selama ini berlaku dipandang tidak sesuai lagi dengan perkembangan dibidang perekonomian dan moneter serta harga kebutuhan pokok yang semakin meningkat.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No-564/KMK.03/2004, Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak diubah menjadi :
- Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak
- Rp 1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
- Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
- Rp 1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Dari uraian tersebut diatas, kita dapat melihat bahwa besarnya PTKP yang akan berlaku sejak tahun 2005 hampir sama dengan besarnya PTKP yang diusulkan pemerintah melalui usulan perubahan undang-undang pajak. Perbedaan hanya terdapat pada banyaknya jumlah tanggungan untuk setiap keluarga. Dalam usulan perubahan undang-undang pajak diusulkan banyaknya tanggungan dalam setiap keluarga maksimum 2 (dua) orang. Sedangkan berdasarkan KMK-564/KMK.03/2004 banyaknya jumlah tanggungan dalam setiap keluarga adalah maksimum 3 (tiga) orang.

IV. PPh Ditanggung Pemerintah (PPh DTP).
Salah satu fasilitas yang diberikan pemerintah dibidang perpajakan, khususnya Pajak Penghasilan adalah adanya PPh Ditanggung Pemerintah (PPh DTP). Fasilitas tersebut dimaksudkan untuk mengurangi beban pekerja yang memperoleh “Upah Minimum”. Peraturan mengenai PPh DTP telah beberapa kali mengalami perubahan dan penyesuaian dari waktu ke waktu.
Semula Fasilitas PPh DTP ini diberikan kepada para pekerja yang memperoleh Upah sampai dengan sebesar Upah Minimum Regional. Hal ini diatur melalui PP No 12 tahun 1997 tanggal 7 Mei 1997 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang diterima pekerja sampai dengan sebesar Upah Minimum Regional. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut ditetapkan bahwa Pajak yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh pekerja sampai dengan sebesar UMR ditanggung Pemerintah.
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah No 25 tahun 2000 Gubernur diberikan kewenangan untuk menetapkan besarnya Upah Minimum Propinsi atau Upah Minimum Kabupaten/Kota setiap tahun. Sehubungan dengan kewenangan gubernur tersebut, Pemerintah Menetapkan PP No. 72 tahun 2001 pada tanggal 14 November 2001, yang mengatur tentang Pajak Atas Penghasilan yang diterima oleh Pekerja sampai dengan sebesar Upah Minimum Propinsi atau Upah Minimum Kabupaten/Kota. Dengan berlakunya PP No 72 maka Peraturan Pemerintah No 12 tahun 1997 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang diterima pekerja sampai dengan sebesar Upah Minimum Regional dinyatakan tidak berlaku.
Berdasarkan PP No 72, Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima oleh pekerja sampai dengan sebesar Upah Minimum Propinsi atau Upah Minimum Kabupaten/Kota ditanggung pemerintah. Apaila Penghasilan yang diterima oleh pekerja melebihi jumlah Upah Minimum Propinsi atau Upah Minimum Kabupaten/Kota, maka Pajak yang terutang atas seluruh penghasilan tersebut dihitung dan dibayar sesuai dengan ketentuan pasal 21 Undng-undang PPh.
Pada tanggal 20 Januari 2003 Pemerintah kembali merubah ketentuan mengenai Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang diterima oleh Pekerja sampai dengan sebesar Upah Minimum Propinsi atau Upah Minimum Kabupaten/Kota melalui PP No 5 Tahun 2003. Dalam PP No No 5 tahun 2003 ini ditegaskan mengenai definisi pekerja dan upah sebagai berikut :
- Pekerja adalah tenaga kerja yang bekerja di dalam hubungan kerja pada pengusaha dengan menerima upah.
- Upah adalah Hak Pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja atas suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya.
Ketentuan lebih lanjut dari PP No 5 ini diatur melalui KMK No 70/KMK.03/2003 jo KEP-110/PJ./2003. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan tersebut, definisi pekerja diatur secara lebih khusus sebagai berikut :
- Pekerja adalah tenaga kerja yang bekerja didalam lingkungan kerja pada pengusaha dengan menerima upah hanya dari satu pemberi kerja yang tidak menduduki jabatan struktural atau fungsional dalam unit organisasi atau perusahaan dan tidak memperoleh penghasilan lain dari usaha, tidak termasuk tenaga kerja asing, tenaga ahli dan tenaga profesi
Sedangkan definisi Jabatan Sruktural dan Fungsional sebagaimana diatur dalam Lampiran KEP-110/PJ./2003 adalah jabatan yang memenuhi salah satu syarat sebagai berikut:
- Jabatan tersebut tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasai atau Perusahaan atau Akte Pendirian Organisasi atau Perusahaan, Akte Perubahannya, Atau dokumen lain, misalnya :
a. Komisaris termasuk Presiden Komisaris, Wakilnya dan Anggota Dewan Komisaris;
b. Direktur termasuk Presiden Direktur, Wakilnya dan Anggota Dewan Direksi lainnya.
- Jabatan tidak termasuk dalam jabatan sebagaimana pada butir 1 tetapi terdapat dalam Struktur Organisasi atau Perusahaan, misalnya :
a. Manajer termasuk Assisten Manajer, Wakil Manajer, Junior Manajer atau sejenisnya;
b. Kepala atau Pimpinan: Suatu Bagian, Departemen, Divisi, atau sejenisnya, misalnya: Manajer Cabang, Chief Officer, Chief Supervisor, Chief Maintenance, Chief Production, atau sejenisnya;
c. Pimpinan atau Ketua Organisasi, Wakil ketua, Deputi Pimpinan Organisasi, termasuk Kepala Divisi, Kepala Bagian, Kepala Seksi, Kepala bidang, atau sejenisnya.
Berdasarkan PP No 5 tahun 2003 beserta petunjuk pelaksanaannya maka Pekerja yang memiliki hak atas fasilitas PPh Ditanggung Pemerintah adalah Pekerja yang memperoleh upah hanya dari satu pemberi kerja dan tidak menduduki jabatan struktural atau fungsional. Besarnya PPh terutang dihitung sebagai berikut :
1. Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh pekerja dihitung dari penghasilan neto untuk pegawai tetap dan penghasilan bruto untuk pegawai tidak tetap, setelah dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dengan menerapkan tarif Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan.
2. Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh Pemerintah adalah sebesar Pajak Penghasilan atas penghasilan sampai dengan sebesar Upah Minimum Provinsi atau Upah Minimum Kabupaten/Kota setelah dikurangi dengan PTKP.
3. Pajak Penghasilan yang wajib dipotong atas penghasilan pekerja adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
4. Dalam hal penghasilan netto yang diterima oleh pegawai tetap atau dalam hal penghasilan bruto yang diterima oleh pegawai tidak tetap ternyata lebih kecil dari Upah Minimum Provinsi atau Upah Minimum Kabupaten/Kota, maka Pajak Penghasilan yang ditanggung Pemerintah adalah sebesar Pajak Penghasilan
Dalam rangka upaya memperbaiki dan meningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya kelompok pekerja yang berada pada lapisan bawah, pada tanggal 21 September 2003 pemerintah kembali menetapkan peraturan tentang Pajak penghasilan yang ditanggung pemerintah melalui PP No 47 Tahun 2003. Peraturan pemerintah tersebut berlaku surut sejak bulan Juli 2003. Dengan berlakunya PP No 47 tentang Pajak Penghasilan yang ditanggung Pemerintah atas penghasilan pekerja dari pekerjaan maka PP No 5 Tahun 2003 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang diterima oleh Pekerja sampai dengan Upah minimum Propinsi atau Upah Minimum Kabupaten/Kota tidak berlaku.
Berdasarkan PP 47 tahun 2003 ini, Pekerja yang mendapat perlakuan Pajak Penghasilan yang ditanggung Pemerintah adalah Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Negeri yang bekerja sebagai Pegawai tetap atau Pegawai tidak tetap pada satu pemberi kerja di Indonesia yang menerima gaji, upah serta imbalan lainnya dari pekerjaan yang diberikan dalam bentuk uang sampai dengan sebesar Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah). Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 47 ini, pekerja yang berhak atas fasilitas PPh ditanggung pemerintah tidak lagi dibedakan berdasarkan jabatan pekerja.
Besarnya Pajak Penghasilan yang ditanggung Pemerintah adalah pajak yang terutang atas gaji, upah serta imbalan lainnya dari pekerjaan yang diterima oleh pekerja sampai dengan Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).

V. Perhitungan PPh 21 tahun 2004 vs tahun 2005
Dalam menghitung besarnya PPh pasal 21 terutang tahun 2004, kita masih berpedoman pada KEP-545/PJ./2000 tentang petunjuk pelaksanaan pemotongan, penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan orang pribadi. Disamping itu juga terdapat Fasilitas PPh ditanggung Pemerintah berdasarkan PP No 47 Tahun 2003 Jo KMK 486/KMK.03/2003.
Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 (Th 2004) :
1. Saefudin adalah pegawai tetap di PT Insan Selalu Lestari. Ia memperoleh gaji beserta tunjangan berupa uang sebulan sebesar Rp 1.400.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 25.000,00 sebulan. Saefudin menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0).

a. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang :
Gaji dan tunjangan sebulan Rp 1.400.000,00
Pengurangan :
Biaya jabatan (5% x Rp 1.400.000,00) Rp 70.000,00
Iuran Pensiun Rp 25.000,00
Rp 95.000,00
Penghasilan Neto sebulan Rp 1.305.000,00
Penghasilan neto setahun 12 x Rp 1.305.000,00 Rp 15.660.000,00
PTKP setahun :
- untuk WP sendiri Rp 2.880.000,00
- tambahan WP kawin Rp 1.440.000,00
Rp 4.320.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 11.340.000,00
PPh Pasal 21 terutang setahun :
5% x Rp 11.340.000,00 Rp 567.000,00
PPh Pasal 21 terutang sebulan Rp 47.250,00

b. Penghitungan PPh Pasal 21 ditanggung oleh Pemerintah :
Penghasilan sebulan ditanggung oleh Pemerintah Rp 1.000.000,00
Pengurangan :
Biaya jabatan (5% x Rp 1.000.000,00) Rp 50.000,00
Iuran Pensiun Rp 25.000,00
Rp 75.000,00
Penghasilan Neto sebulan : Rp 925.000,00
PTKP sebulan :
- untuk WP sendiri Rp 240.000,00
- tambahan WP kawin Rp 120.000,00
Rp 360.000,00
Penghasilan Kena Pajak sebulan Rp 565.000,00
PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah sebulan :
5% x Rp 565.000,00 Rp 28.250,00
c. PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh Pemberi Kerja Rp 47.250,00 - Rp 28.250,00 Rp 19.000,00

2. Mariko Hutadjulu adalah pegawai tetap di PT Tiurmas Lampung Indah. Ia memperoleh gaji bulan Desember sebesar Rp 1.200.000,00, menerima THR sebesar Rp 600.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 25.000,00 sebulan. Mariko Hutadjulu menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0).

a. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang :
1) PPh atas Gaji dan THR
Gaji setahun (12 x Rp1.200.000,00) Rp 14.400.000,00
THR Rp 600.000,00
Total Penghasilan setahun Rp 15.000.000,00
Pengurangan :
Biaya jabatan (5 % x Rp 15.000.000,00) Rp 750.000,00
Iuran Pensiun (12 x Rp 25.000,00) Rp 300.000,00
Rp 1.050.000,00
Rp 13.950.000,00
Penghasilan Neto
PTKP setahun :
- untuk WP sendiri Rp 2.880.000,00
- tambahan WP kawin Rp 1.440.000,00
Rp 4.320.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 9.630.000,00
PPh Pasal 21 terutang setahun :
5% x Rp 9.630.000,00 Rp 481.500,00
PPh Pasal 21 terutang sebulan atas Gaji dan THR Rp 40.125,00
2) PPh Pasal 21 atas Gaji
Gaji Rp 1.200.000,00
Pengurangan :
Biaya jabatan (5% x Rp 1.200.000,00) Rp 60.000,00
Iuran Pensiun Rp 25.000,00
Rp 85.000,00
Penghasilan Neto sebulan Rp 1.115.000,00
Penghasilan neto setahun 12 x Rp 1.115.000,00 Rp 13.380.000,00
PTKP setahun :
- untuk WP sendiri Rp 2.880.000,00
- tambahan WP kawin Rp 1.440.000,00
Rp 4.320.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 9.060.000,00
PPh Pasal 21 terutang setahun :
5% x Rp 9.060.000,00 Rp 453.000,00
PPh Pasal 21 terutang sebulan atas gaji Rp 37.750,00
3) PPh atas THR
(Rp 481.500,00 - Rp 453.000,00) Rp 28.500,00

b. Penghitungan PPh Pasal 21 ditanggung oleh Pemerintah :
Penghasilan sebulan ditanggung oleh Pemerintah Rp 1.000.000,00
Pengurangan :
Biaya jabatan (5% x Rp 1.000.000,00) Rp 50.000,00
Iuran Pensiun Rp 25.000,00
Rp 75.000,00
Penghasilan Neto sebulan : Rp 925.000,00
PTKP sebulan :
- untuk WP sendiri Rp 240.000,00
- tambahan WP kawin Rp 120.000,00
Rp 360.000,00
Penghasilan Kena Pajak sebulan Rp 565.000,00
PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah sebulan :
5% x Rp 565,000,00 Rp 28.250,00
c. PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh Pemberi Kerja
= Rp 37.750,00 + Rp 28.500,00 - Rp 28.250 = Rp 38.000,00

3. Gunarto adalah pegawai tetap di PT Jawa Sumatera Cemerlang. Ia memperoleh gaji bulan Desember sebesar Rp 12.000.000,00, dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 250.000,00 sebulan. Sudir Gunanto telah menikah dengan tanggungan 3 anak.

a. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang :
Gaji dan tunjangan sebulan Rp 12.000.000,00
Pengurangan :
Biaya jabatan (5% x Rp 12.000.000,00) Rp 108.000,00
Iuran Pensiun Rp 250.000,00
Rp 358.000,00
Penghasilan Neto sebulan Rp 11.642.000,00
Penghasilan neto setahun 12 x Rp 11.642.000,00 Rp 139.704.000,00
PTKP setahun :
- untuk WP sendiri Rp 2.880.000,00
- tambahan WP kawin Rp 1.440.000,00
- Tanggungan 3 Rp 4.320.000,00
Rp 8.640.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 131.064.000,00
PPh Pasal 21 terutang setahun : Rp 19.016.000,00
PPh Pasal 21 terutang sebulan Rp 1.584.667,00
c. PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh Pemberi Kerja Rp 1.584.667,00
d. Take Home Pay Rp 10.165.333,00

Dengan berlakunya KMK No 564/KMK./2004 tentang Penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak maka terhitung sejak tahun pajak 2005 besarnya PTKP menjadi sebagai berikut :
- Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak
- Rp 1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
- Rp 12.000.000,- (dua belas juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
- Rp 1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Besarnya PTKP minimum (untuk diri WP) berdasarkan KMK 564 tersebut adalah sama dengan batas Penghasilan yang pajaknya ditanggung oleh pemerintah. Oleh karena itu meskipun sampai saat ini (saat tulisan ini dibuat-red) ketentuan mengenai PPh Ditanggung pemerintah (PP No 47 th 2003) belum dicabut, namun dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan No 564/KMK.03/2004 maka PP No 47 tahun 2003 tersebut secara otomatis menjadi “tidak berfungsi”.
Contoh perhitungan PPh Pasal 21 tahun 2005 :
1. . Saefudin adalah pegawai tetap di PT Insan Selalu Lestari. Ia memperoleh gaji beserta tunjangan berupa uang sebulan sebesar Rp 1.400.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 25.000,00 sebulan. Saefudin menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0).

a. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang :
Gaji dan tunjangan sebulan Rp 1.400.000,00
Pengurangan :
Biaya jabatan (5% x Rp 1.400.000,00) Rp 70.000,00
Iuran Pensiun Rp 25.000,00
Rp 95.000,00
Penghasilan Neto sebulan Rp 1.305.000,00
Penghasilan neto setahun 12 x Rp 1.305.000,00 Rp 15.660.000,00
PTKP setahun :
- untuk WP sendiri Rp 12.000.000,00
- tambahan WP kawin Rp 1.200.000,00
Rp 13.200.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 2.460.000,00
PPh Pasal 21 terutang setahun :
5% x Rp 2.460.000,00 Rp 123.000,00
PPh Pasal 21 terutang sebulan Rp 10.250,00
b. Penghitungan PPh Pasal 21 ditanggung oleh Pemerintah :
Penghasilan sebulan ditanggung oleh Pemerintah Rp 1.000.000,00
Pengurangan :
Biaya jabatan (5% x Rp 1.000.000,00) Rp 50.000,00
Iuran Pensiun Rp 25.000,00
Rp 75.000,00
Penghasilan Neto sebulan : Rp 925.000,00
PTKP sebulan :
- untuk WP sendiri Rp 1.000.000,00
- tambahan WP kawin Rp 100.000,00
Rp 1.100.000,00
Penghasilan Kena Pajak sebulan Rp -

c. PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh Pemberi Kerja Rp 10.250,00

2. Mariko Hutadjulu adalah pegawai tetap di PT Tiurmas Lampung Indah. Ia memperoleh gaji bulan Desember sebesar Rp 1.200.000,00, menerima THR sebesar Rp 600.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 25.000,00 sebulan. Mariko Hutadjulu menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0).

a. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang :
1) PPh atas Gaji dan THR
Gaji setahun (12 x Rp1.200.000,00) Rp 14.400.000,00
THR Rp 600.000,00
Total Penghasilan setahun Rp 15.000.000,00
Pengurangan :
Biaya jabatan (5 % x Rp 15.000.000,00) Rp 750.000,00
Iuran Pensiun (12 x Rp 25.000,00) Rp 300.000,00
Rp 1.050.000,00
Penghasilan Neto Rp 13.950.000,00
PTKP setahun :
- untuk WP sendiri Rp 12.000.000,00
- tambahan WP kawin Rp 1.200.000,00
Rp 13.200.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 750.000,00
PPh Pasal 21 terutang setahun :
5% x Rp 750.000,00 Rp 37.500,00
PPh Pasal 21 terutang sebulan atas Gaji dan THR Rp 3.125,00
2) PPh Pasal 21 atas Gaji
Gaji Rp 1.200.000,00
Pengurangan :
Biaya jabatan (5% x Rp 1.200.000,00) Rp 60.000,00
Iuran Pensiun Rp 25.000,00
Rp 85.000,00
Penghasilan Neto sebulan Rp 1.115.000,00
Penghasilan neto setahun 12 x Rp 1.115.000,00 Rp 13.380.000,00
PTKP setahun :
- untuk WP sendiri Rp 12.000.000,00
- tambahan WP kawin Rp 1.200.000,00
Rp 13.200.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 180.000,00
PPh Pasal 21 terutang setahun :
5% x Rp 180.000,00 Rp 9.000,00
PPh Pasal 21 terutang sebulan atas gaji Rp 750,00
3) PPh atas THR
(Rp 37.500,00 - Rp 9.000,00) Rp 28.500,00
b. Penghitungan PPh Pasal 21 ditanggung oleh Pemerintah :
Penghasilan sebulan ditanggung oleh Pemerintah Rp 1.000.000,00
Pengurangan :
Biaya jabatan (5% x Rp 1.000.000,00) Rp 50.000,00
Iuran Pensiun Rp 25.000,00
Rp 75.000,00
Penghasilan Neto sebulan : Rp 925.000,00
PTKP sebulan :
- untuk WP sendiri Rp 1.000.000,00
- tambahan WP kawin Rp 100.000,00
Rp 1.100.000,00
Penghasilan Kena Pajak sebulan Rp NIHIL
PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah sebulan : --
c. PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh Pemberi Kerja
= Rp 750,00 + Rp 28.500,00 - Rp 0 = Rp 29.250,00

3. Gunarto adalah pegawai tetap di PT Jawa Sumatera Cemerlang. Ia memperoleh gaji bulan Desember sebesar Rp 12.000.000,00, dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 250.000,00 sebulan. Sudir Gunanto telah menikah dengan tanggungan 3 anak.
a. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang :
Gaji dan tunjangan sebulan Rp 12.000.000,00
Pengurangan :
Biaya jabatan (5% x Rp 12.000.000,00) Rp 108.000,00
Iuran Pensiun Rp 250.000,00
Rp 358.000,00
Penghasilan Neto sebulan Rp 11.642.000,00
Penghasilan neto setahun 12 x Rp 11.642.000,00 Rp 139.704.000,00
PTKP setahun :
- untuk WP sendiri Rp 12.000.000,00
- tambahan WP kawin Rp 1.200.000,00
- Tanggungan 3 Rp 3.600.000,00
Rp 16.800.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 122.904.000,00
PPh Pasal 21 terutang setahun : Rp 16.976.000,00
PPh Pasal 21 terutang sebulan Rp 1.414.667,00
c. PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh Pemberi Kerja Rp 1.414.667,00
d. Take Home Pay Rp 10.335.333,00

Berikut ini kami sandingkan Perhitungan PPh Pasal 21 tahun 2004 dengan tahun 2005 dari contoh tersebut diatas.




VI. Penutup
Meskipun RUU PPh tahun 2004 belum dapat diberlakukan mulai tahun Pajak 2005, namun langkah pemerintah untuk tetap memberlakukan kenaikan PTKP yang telah diusulkan dalam RUU melalui Peraturan Menteri Keuangan merupakan langkah yang sangat positif. Hal ini tentu harus kita apresiasi.
Beberapa hal yang dapat kita simpulkan dengan diberlakukannya PMK-564/KMK.03/2004 antara lain sebagai berikut :
1. Dengan adanya penyesuaian besarnya PTKP tahun 2005 secara otomatis telah mengeliminir PPh ditanggung Pemerintah. Oleh karena itu dalam menghitung PPh Pasal 21 tahun 2005 kita “tidak perlu” memperhitungkan besarnya PPh ditanggung Pemerintah.
2. Dengan adanya penyesuaian PTKP menjadi sebesar Rp 12.000.000,00/tahun untuk diri Wajib Pajak, maka Karyawan yang memperoleh penghasilan sampai dengan Rp 1.000.000,00/bulan belum memiliki kewajiban untuk mendaftarkan diri guna memperoleh NPWP.
3. Penyesuaian PTKP tersebut akan meringankan beban pajak bagi karyawan yang PPh-nya dipotong dari gaji, sehingga Take home pay yang diterima menjadi lebih besar.
4. Bagi perusahaan yang memberikan tunjangan PPh pasal 21 kepada karyawannya, penyesuaian PTKP tersebut akan mengurangi beban perusahaan. Hal ini tentu akan meningkatkan laba yang diperoleh perusahaan.

Daftar Pustaka
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-110/PJ./2003 tanggal 14 April 2003 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan yang Diterima oleh Pekerja Sampai Dengan Sebesar Upah Minimum Propinsi Atau Upah Minimum Kabupaten/Kota.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.03/2003 tanggal 30 Oktober 2003 tentang Pajak Penghasilan yang ditanggung Pemerintah atas Penghasilan Pekerja dari Pekerjaan.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 70/KMK.03/2003 tanggal 17 Pebruari 2003 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan yang Diterima oleh Pekerja Sampai Dengan Sebesar Upah Minimum Propinsi Atau Upah Minimum Kabupaten/Kota.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 564/KMK.03/2004 tanggal 29 November 2004 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2003 tanggal 21 September 2003 tentang Pajak Penghasilan yang Ditanggung Pemerintah atas Penghasilan Pekerja dari Pekerjaan.
Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2003 tanggal 20 Januari 2003 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang Diterima oleh Pekerja Sampai Dengan Sebesar Upah Minimum Propinsi Atau Upah minimum Kabupaten/Kota.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2001 tanggal 14 November 2001 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan yang Diterima oleh Pekerja Sampai Dengan Sebesar Upah Minimum Propinsi Atau Upah Minimum Kabupaten/Kota.
Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 1997 tanggal 7 Mei 1997 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan yang Diterima oleh Pekerja Sampai Dengan Sebesar Upah Minimum Regional.
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang nomor 17 tahun 2000.
Tim Modernisasi Perpajakan, Oktober 2004, Bahan Sosialisasi RUU Pajak Penghasilan.

Selasa, Januari 04, 2005

Mengenang Syuhada Aceh

Senin, 03 Januari 2005

Mengenang Syuhada Aceh
Oleh Komaruddin Hidayat

REFLEKSI ini saya tulis tanggal 31 Desember 2004, enam hari setelah gempa
bumi dan tsunami yang mengharu biru saudara kita di Aceh. Suasana hati dan
pikiran masih kalut dan sedih melihat akibat yang ditimbulkan oleh bencana
itu meski hanya melalui media massa.

Entah berapa ribu teman kita di Aceh yang meninggal. Sampai saat saya
menulis ini, belum dapat diketahui secara persis. Tak sanggup saya
menuliskan dengan kata-kata perasaan duka, tertegun, sulit percaya, lunglai,
dan sekian perasaan lain yang campur aduk. Di balik
pemandangan bangunan porak poranda, tangis warga dan mayat bergelimpangan di
seluruh pelosok kota dan desa, yang segera bisa
kita lakukan hanyalah doa, semoga di balik musibah ini tersimpan hikmah dan
kasih dari Allah buat warga Aceh khususnya dan warga
Indonesia umumnya.

Doa dan keyakinan saya, anak-anak Aceh yang meninggal itu kini telah
bermain-main di surga bersama para malaikat dan teman-teman barunya.
Bukankah Allah berjanji bahwa anak-anak yang belum berdosa itu kalau
meninggal akan langsung menjadi penghuni surga?

ALLAH mengutus malaikat mengendarai tsunami menjemput anak-anak untuk pindah
rumah dan bermain di alam surgawi. Mungkin Allah kasihan jika nantinya
anak-anak itu tumbuh berkembang dalam asuhan yang salah karena bumi
Indonesia kian panas oleh dosa-dosa penghuninya.

Begitupun para orang tua yang meninggal, mereka sudah lama teraniaya oleh
perlakuan pemerintah yang tidak adil dan tidak jujur terhadap masyarakat
Aceh. Kekayaan alamnya dikeruk ke luar, ladang ganja yang dari dulu tumbuh
liar kini jadi obyek perburuan dan perdagangan gelap, rakyatnya telah lelah
dan hampir putus asa karena dipolitisasi oleh kekuatan luar.

Sungguh malang nasib warga Aceh. Padahal kontribusi mereka pada perjuangan
kemerdekaan dan pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia amat besar.
Belanda pun mengalami kesulitan menaklukkan rakyat Aceh yang berani dan
memiliki harga diri tinggi.

Namun, setelah merdeka, kegagahan dan kekayaan rakyat Aceh justru hancur
oleh pemerintahnya sendiri. Tuhan Maha Kasih dan Maha
Mendengar jerit tangis terdalam mereka. Tuhan tahu kelelahan dan
keputusasaan mereka. Mereka perlu dipahami, diperhatikan, dan dipeluk dengan
hangat dan tulus sebagai saudara kandung yang sah dan terhormat dari bangsa
Indonesia. Tangisan itu sudah lama diteriakkan, tetapi Jakarta tidak
mendengarkan sungguh-sungguh. Air mata mereka telah kering, sementara
penderitaan terus berkelanjutan. Ribuan nyawa melayang oleh peluru yang
dimuntahkan sesama anak bangsa. Kekhusyukan beribadat dan ketekunan mencari
ilmu yang menjadi etos orang Aceh hampir hilang karena tidak adanya
stabilitas politik, keamanan, dan ekonomi.

Dan, ketika pemerintah pusat maupun daerah bertahun-tahun tak mampu
mengatasi derita mereka, Tuhan bertindak dengan cara-Nya sendiri, yang
secara lahiriah sulit dipahami karena menggunakan logika paradoksal. Hanya
dalam hitungan menit, seluruh skenario yang dibuat para politisi berantakan
digilas tsunami yang menawarkan proposal Tuhan untuk kita yang masih hidup.

Anak-anak bersama orangtuanya dijemput oleh kereta kencana tsunami untuk
diboyong ke surga, berkumpul dengan para syuhada pejuang kemerdekaan yang
lebih dahulu tinggal di sana. Sementara mereka dan kita yang masih hidup
memperoleh tugas mulia untuk merancang skenario baru bagi masa depan Aceh
yang damai, makmur, berdaulat, religius, dan berkeadaban. Kita semua
merindukan kembalinya kejayaan Aceh di masa lalu sebagai pusat peradaban
untuk direkonstruksi kembali. Bukankah julukan Serambi Mekkah merupakan
kebanggaan, prestasi, dan sekaligus amanah yang harus dijaga dan
dipertahankan, bukannya sebagai onggokan
museum warisan masa lalu?

KITA semua berduka atas musibah ini. Kita semua harus mohon ampun atas semua
dosa. Namun, kita tidak boleh mengeluh dan bersedih
berkepanjangan serta kehilangan harapan pada Tuhan bagi masa depan Aceh.
Sembari bertobat dan mohon petunjuk Tuhan, mari kita baca hikmah dan
pembelajaran dari musibah ini.

Musibah tsunami ini tidak saja menawarkan proposal baru bagi warga Aceh,
tetapi juga bangsa Indonesia. Di antara hikmah yang muncul ke permukaan
adalah bangkitnya gelora kemanusiaan dan kebangsaan yang mengagumkan, yang
selama ini terpendam hiruk-pikuk dan keluh kesah politik serta ekonomi yang
melelahkan.

Kita pantas berbangga, bangsa ini masih memiliki nurani dan solidaritas
tinggi, ditunjukkan oleh spontanitas untuk berpartisipasi
meringankan penderitaan warga Aceh. Musibah ini bagai dirigen yang memimpin
paduan suara, meneriakkan semangat kemanusiaan dan keindonesiaan tanpa
pandang agama, suku, dan afiliasi partai politik. Peringatan Tahun Baru dan
Idul Kurban menjadi lebih bermakna saat memperoleh teguran ilahi yang
ditiupkan ke hati kita melalui tsunami, tamu agung yang semoga meninggalkan
hikmah dan berkah.

Dari Aceh kembali muncul panggilan dan derap kemanusiaan serta keindonesiaan
sebagaimana pernah mereka kumandangkan dengan berani oleh para syuhada Aceh
abad lalu, yang membuat tentara Belanda bergetar dan lari pontang-panting.
Kini panggilan perjuangan para pahlawan itu diteriakkan kembali melalui
gempa bumi dan gelombang tsunami saat kita tidak lagi bisa mendengar dengan
bahasa yang halus, bahasa nurani. Bangsa ini telah terbius oleh gemerlap
materi dan kesenangan sesaat. Lebih senang ramai-ramai berebut jabatan dan
popularitas politik, melupakan panggilan kemanusiaan dan perdamaian. Semoga
damailah para syuhada Aceh. Kita berharap agar politisi, pejabat negara, dan
warga Indonesia mampu membaca, melihat, dan mendengar dengan hati bening
akan surat cinta Tuhan yang tertulis melalui bahasa kemarahan alam agar kita
menjadi arif, rendah hati, dan sujud pada-Nya, bukan pada ego pribadi yang
diproyeksikan dalam bentuk ketamakan, kerakusan, dan kepongahan.

Ya Tuhan, dalam genggamanMu hidup kami dan masa depan kami, bahkan seluruh
alam semesta ini. Hanya dengan memerintahkan sebagian kecil dari laut-Mu
untuk bertandang ke daratan, tak kuasa kami menahannya dan betapa tak
berdayanya kami menghadapinya. Di balik kesombongan kami, betapa
sesungguhnya lemah dan rapuhnya kami.

Andaikan separuh air laut wilayah Indonesia Engkau tumpahkan, andaikan
separuh gunung yang ada di Nusantara Engkau perintahkan
meletus, andaikan sebutir planet Engkau instruksikan jatuh ke bumi, andaikan
suhu panas matahari Engkau lipat gandakan, kami tak kuasa mencegah-Mu karena
semua ini milik-Mu.

Ya Tuhan, berilah kami kekuatan untuk menerima ujian- Mu, anugerahkan kami
kebijakan dan kelapangan untuk bisa menerima pembelajaran dari-Mu. Sinarilah
hati dan pikiran kami dengan cahaya kasih-Mu agar kami mampu menjalani hidup
dengan penuh harap dan senantiasa cinta akan perdamaian.


Free shoutbox @ ShoutMix