Selamat Datang di personal weblog Triyani

Selamat Membaca semoga bermanfaat. Untuk kritik, saran dan pertanyaan lebih lanjut silahkan email ke triyani08@yahoo.com
Silahkan Kunjungi Blog yang lebih Up to date di http://triyani.wordpress.com

Selasa, Januari 04, 2005

Mengenang Syuhada Aceh

Senin, 03 Januari 2005

Mengenang Syuhada Aceh
Oleh Komaruddin Hidayat

REFLEKSI ini saya tulis tanggal 31 Desember 2004, enam hari setelah gempa
bumi dan tsunami yang mengharu biru saudara kita di Aceh. Suasana hati dan
pikiran masih kalut dan sedih melihat akibat yang ditimbulkan oleh bencana
itu meski hanya melalui media massa.

Entah berapa ribu teman kita di Aceh yang meninggal. Sampai saat saya
menulis ini, belum dapat diketahui secara persis. Tak sanggup saya
menuliskan dengan kata-kata perasaan duka, tertegun, sulit percaya, lunglai,
dan sekian perasaan lain yang campur aduk. Di balik
pemandangan bangunan porak poranda, tangis warga dan mayat bergelimpangan di
seluruh pelosok kota dan desa, yang segera bisa
kita lakukan hanyalah doa, semoga di balik musibah ini tersimpan hikmah dan
kasih dari Allah buat warga Aceh khususnya dan warga
Indonesia umumnya.

Doa dan keyakinan saya, anak-anak Aceh yang meninggal itu kini telah
bermain-main di surga bersama para malaikat dan teman-teman barunya.
Bukankah Allah berjanji bahwa anak-anak yang belum berdosa itu kalau
meninggal akan langsung menjadi penghuni surga?

ALLAH mengutus malaikat mengendarai tsunami menjemput anak-anak untuk pindah
rumah dan bermain di alam surgawi. Mungkin Allah kasihan jika nantinya
anak-anak itu tumbuh berkembang dalam asuhan yang salah karena bumi
Indonesia kian panas oleh dosa-dosa penghuninya.

Begitupun para orang tua yang meninggal, mereka sudah lama teraniaya oleh
perlakuan pemerintah yang tidak adil dan tidak jujur terhadap masyarakat
Aceh. Kekayaan alamnya dikeruk ke luar, ladang ganja yang dari dulu tumbuh
liar kini jadi obyek perburuan dan perdagangan gelap, rakyatnya telah lelah
dan hampir putus asa karena dipolitisasi oleh kekuatan luar.

Sungguh malang nasib warga Aceh. Padahal kontribusi mereka pada perjuangan
kemerdekaan dan pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia amat besar.
Belanda pun mengalami kesulitan menaklukkan rakyat Aceh yang berani dan
memiliki harga diri tinggi.

Namun, setelah merdeka, kegagahan dan kekayaan rakyat Aceh justru hancur
oleh pemerintahnya sendiri. Tuhan Maha Kasih dan Maha
Mendengar jerit tangis terdalam mereka. Tuhan tahu kelelahan dan
keputusasaan mereka. Mereka perlu dipahami, diperhatikan, dan dipeluk dengan
hangat dan tulus sebagai saudara kandung yang sah dan terhormat dari bangsa
Indonesia. Tangisan itu sudah lama diteriakkan, tetapi Jakarta tidak
mendengarkan sungguh-sungguh. Air mata mereka telah kering, sementara
penderitaan terus berkelanjutan. Ribuan nyawa melayang oleh peluru yang
dimuntahkan sesama anak bangsa. Kekhusyukan beribadat dan ketekunan mencari
ilmu yang menjadi etos orang Aceh hampir hilang karena tidak adanya
stabilitas politik, keamanan, dan ekonomi.

Dan, ketika pemerintah pusat maupun daerah bertahun-tahun tak mampu
mengatasi derita mereka, Tuhan bertindak dengan cara-Nya sendiri, yang
secara lahiriah sulit dipahami karena menggunakan logika paradoksal. Hanya
dalam hitungan menit, seluruh skenario yang dibuat para politisi berantakan
digilas tsunami yang menawarkan proposal Tuhan untuk kita yang masih hidup.

Anak-anak bersama orangtuanya dijemput oleh kereta kencana tsunami untuk
diboyong ke surga, berkumpul dengan para syuhada pejuang kemerdekaan yang
lebih dahulu tinggal di sana. Sementara mereka dan kita yang masih hidup
memperoleh tugas mulia untuk merancang skenario baru bagi masa depan Aceh
yang damai, makmur, berdaulat, religius, dan berkeadaban. Kita semua
merindukan kembalinya kejayaan Aceh di masa lalu sebagai pusat peradaban
untuk direkonstruksi kembali. Bukankah julukan Serambi Mekkah merupakan
kebanggaan, prestasi, dan sekaligus amanah yang harus dijaga dan
dipertahankan, bukannya sebagai onggokan
museum warisan masa lalu?

KITA semua berduka atas musibah ini. Kita semua harus mohon ampun atas semua
dosa. Namun, kita tidak boleh mengeluh dan bersedih
berkepanjangan serta kehilangan harapan pada Tuhan bagi masa depan Aceh.
Sembari bertobat dan mohon petunjuk Tuhan, mari kita baca hikmah dan
pembelajaran dari musibah ini.

Musibah tsunami ini tidak saja menawarkan proposal baru bagi warga Aceh,
tetapi juga bangsa Indonesia. Di antara hikmah yang muncul ke permukaan
adalah bangkitnya gelora kemanusiaan dan kebangsaan yang mengagumkan, yang
selama ini terpendam hiruk-pikuk dan keluh kesah politik serta ekonomi yang
melelahkan.

Kita pantas berbangga, bangsa ini masih memiliki nurani dan solidaritas
tinggi, ditunjukkan oleh spontanitas untuk berpartisipasi
meringankan penderitaan warga Aceh. Musibah ini bagai dirigen yang memimpin
paduan suara, meneriakkan semangat kemanusiaan dan keindonesiaan tanpa
pandang agama, suku, dan afiliasi partai politik. Peringatan Tahun Baru dan
Idul Kurban menjadi lebih bermakna saat memperoleh teguran ilahi yang
ditiupkan ke hati kita melalui tsunami, tamu agung yang semoga meninggalkan
hikmah dan berkah.

Dari Aceh kembali muncul panggilan dan derap kemanusiaan serta keindonesiaan
sebagaimana pernah mereka kumandangkan dengan berani oleh para syuhada Aceh
abad lalu, yang membuat tentara Belanda bergetar dan lari pontang-panting.
Kini panggilan perjuangan para pahlawan itu diteriakkan kembali melalui
gempa bumi dan gelombang tsunami saat kita tidak lagi bisa mendengar dengan
bahasa yang halus, bahasa nurani. Bangsa ini telah terbius oleh gemerlap
materi dan kesenangan sesaat. Lebih senang ramai-ramai berebut jabatan dan
popularitas politik, melupakan panggilan kemanusiaan dan perdamaian. Semoga
damailah para syuhada Aceh. Kita berharap agar politisi, pejabat negara, dan
warga Indonesia mampu membaca, melihat, dan mendengar dengan hati bening
akan surat cinta Tuhan yang tertulis melalui bahasa kemarahan alam agar kita
menjadi arif, rendah hati, dan sujud pada-Nya, bukan pada ego pribadi yang
diproyeksikan dalam bentuk ketamakan, kerakusan, dan kepongahan.

Ya Tuhan, dalam genggamanMu hidup kami dan masa depan kami, bahkan seluruh
alam semesta ini. Hanya dengan memerintahkan sebagian kecil dari laut-Mu
untuk bertandang ke daratan, tak kuasa kami menahannya dan betapa tak
berdayanya kami menghadapinya. Di balik kesombongan kami, betapa
sesungguhnya lemah dan rapuhnya kami.

Andaikan separuh air laut wilayah Indonesia Engkau tumpahkan, andaikan
separuh gunung yang ada di Nusantara Engkau perintahkan
meletus, andaikan sebutir planet Engkau instruksikan jatuh ke bumi, andaikan
suhu panas matahari Engkau lipat gandakan, kami tak kuasa mencegah-Mu karena
semua ini milik-Mu.

Ya Tuhan, berilah kami kekuatan untuk menerima ujian- Mu, anugerahkan kami
kebijakan dan kelapangan untuk bisa menerima pembelajaran dari-Mu. Sinarilah
hati dan pikiran kami dengan cahaya kasih-Mu agar kami mampu menjalani hidup
dengan penuh harap dan senantiasa cinta akan perdamaian.

Tidak ada komentar:


Free shoutbox @ ShoutMix