Selamat Datang di personal weblog Triyani

Selamat Membaca semoga bermanfaat. Untuk kritik, saran dan pertanyaan lebih lanjut silahkan email ke triyani08@yahoo.com
Silahkan Kunjungi Blog yang lebih Up to date di http://triyani.wordpress.com

Minggu, Juni 26, 2005

Agenda Sabtu

Sabtu ini jadwal aku masuk kerja di rw mangun, setelah tertunda dari sabtu minggu lalu, karena kantor libur sehubungan dg RUPS.
Rencana berangkat pagi2.. spy bisa naik bis, berhubung ongkos taxi skrg makin mahal. Tapi ternyata 'malasss' sekali utk berangkat lebih pagi [kebiasaan buruk aku akhir2 ini :(]. akhirnya seperti biasa, sampai tomang naik taxi ke rw mangun. Dan sampailah ke kantor utk melanjutkan pekerjaan sebelumnya.. heheheheh.

Siang ini aku rencana ke book fair. dan setelah itu.. mau main ke tempat agus di wr buncit. ini hari pertama Jakarta bookfair 2005 dibuka, aku berharap blm terlalu ramai, supaya puas berkeliling liat2 buku.. :). Dan sampai disenayan jam 13.30, tepat seperti dugaanku. Kamar Mandi dan Musholla yang biasanya berjubel kalau ada pameran.. tapi tidak untuk kali ini. Alhamdulillah.

Niat ke book fair, hanya untuk melihat2 dan membeli beberapa buku cerita buat Ayu & Sandi [ponakan]. Tapi melihat beberapa buku dijual dg discount gede2an.. jadi pingin beli jg deehh.. heheheheh. Sambil keliling2 ke counter2 penerbit yang biasa aku beli bukunya, aku baru 'nyesel'... kenapa tadi pagi harus naik taxi. coba kalau tadi pagi naik bis.. khan uangnya bisa buat beli lagi dehh. Coba tadi berangkat 15-30 menit lebih awal.. khan ga perlu keluar duit lebih.. hari sabtu khan jalanan ga macet, bis jg ga penuh.. kenapa naik taxi... dst. Ahhh.. biasaaa.. penyesalan selalu datang terlambat. tapi sudahlah.. untuk apa dipikirkan lagi.

Setelah capek keliling bookfair dan muter2 di blok M mall.. akhirnya sampai jg ke tempat Agus. ahhh.. akhirnya aku ketemu dan bisa kenal langsung dg mbak Retno & Faiz (istri dan anaknya), setelah setahun lebih hanya kenal melalui cerita Agus. Seneng bisa kenal kalian semua. moga2 nanti setelah pindah bandung, tetap bisa menjalin silaturahim.

Senin, Juni 13, 2005

Supaya gak Jenuh

"Mbak Pernah ngerasa bosen nggak mbak?, merasa jenuh kerja gitu?", tanya salah seorang temanku.
"Wahh... sering lagi mbak, Aku khan orangnya gampang jenuh.. hehehe"
"Trus gimana cara ngilangin rasa jenuh tsb?" temanku melanjutkan pertanyaannya.
"Kalau lagi dikantor, tiba2 ngerasa bosen & jenuh, paling aku jalan ke meja teman, atau cek email, browsing, atau baca koran"
"Kalau gak ilang jg?"
"cuti" jawabku
"Udah cuti jg, tapi pas masuk masih jenuh?"
"cari kerja baru.. hehehehehehe" sahutku iseng
"oh iya bener jg mbak".. sahutnya dg serius. [padahal saya jawab iseng.. hehehehehe]

"emang mbak lagi jenuh yaa? lagi ada masalah mbak?" tanyaku lebih lanjut.
"iya nih.. udah beberapa hari jenuh banget dg kerjaan, dg suasana. kemarin udah cuti.. tapi masih ga ilang jg jenuhnya, yahh.. wajar kali yaa aku merasa bosen. kerja dah 10 th disini... "

aku menjawab dg terkejut "haaaaaaaaaaaaa....udah 10 th disitu? wajar banget donk mbak merasa jenuh. apalagi kalo 10th dibagian yang sama dg kerjaan yang sama"

itu sepenggal dialog via YM! yang terjadi siang itu.

wahhh.. kalau aku sih nggak kebayang apakah aku bisa bertahan utk kerja disatu tempat, disatu bagian, dg pekerjaan yang sama dan monoton, sampai selama itu. maklum dehh.. aku mudah bosan dg suasana yang sama setiap hari.. heheheheheh.

Kalau sudah mulai merasa jenuh dengan berbagai Rutinitas, aku biasanya mulai cari-cari kegiatan lain supaya menghilangkan kejenuhan dalam bekerja dan rutinitas lainnya. Banyak hal yang dapat kita lakukan sebagai alternatif kegiatan. mulai dari hal-hal sederhana yang tidak biasa kita lakukan, sampai mencoba hal-hal "besar" yang tidak pernah terpikir untuk dapat kita lakukan. Gak percaya...? coba ajah... hehehehehe..

Minggu, Juni 12, 2005

Perhitungan Penghasilan Kena Pajak - Part 2

Lanjutan...

Perhitungan Pajak Pada Akhir Tahun

Bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, pajak yang terutang dikurangi dengan kredit pajak untuk tahun pajak yang bersangkutan, berupa :
a. pemotongan pajak atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21; --untuk WPOP--
b. pemungutan pajak atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22;
c. pemotongan pajak atas penghasilan berupa deviden, bunga, royalti, sewa, hadiah dan penghargaan, dan imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23;
d. pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan dari luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 UU PPh –Kredit Pajak LN;
e. pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 UU PPh;
f. pemotongan pajak atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5) UU PPh.

Pajak yang telah dilunasi dalam tahun berjalan, baik yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ataupun yang dipotong serta dipungut oleh pihak lain, dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang pada akhir tahun pajak yang bersangkutan.

Contoh :
Pajak Penghasilan yang terutang Rp 80.000.000,00
Kredit pajak :
Pemotongan pajak dari pekerjaan (Pasal 21) Rp 5.000.000,00
Pemungutan pajak oleh pihak lain (Pasal 22) Rp 10.000.000,00
Pemotongan pajak dari modal (Pasal 23) Rp 5.000.000,00
Kredit pajak luar negeri (Pasal 24) Rp 15.000.000,00
Dibayar sendiri oleh Wajib Pajak (Pasal 25) Rp 10.000.000,00
--------------------------- (+)
Jumlah Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan Rp 45.000.000,00
------------------------- (-)
Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar Rp 35.000.000,00
==============
pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 UU PPh terdiri dari :
- Angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan (yang dihitung berdasarkan SPT Tahunan tahun sebelumnya. Atau dg dasar perhitungan lainnya (mis. Laporan triwulanan utk WP Bank)
- STP PPh Pasal 25 th pajak tersebut (Pokok Pajaknya)
- Fiskal Luar Negeri
- PPh atas Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan. (Bagi WP Badan, selain yayasan/organisasi yang usaha pokoknya tidak melalakukan pengalihan hak atas tanah dan bangunan.


PPh Kurang/Lebih Bayar

PPh Lebih Bayar
Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), maka setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan (restitusi) setelah diperhitungkan dengan utang pajak berikut sanksi-sanksinya
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 17 B ayat (1) UU KUP, Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk berwenang untuk mengadakan pemeriksaan sebelum dilakukan pengembalian atau perhitungan kelebihan pajak.

Hal-hal yang harus menjadi pertimbangan sebelum dilakukan pengembalian atau perhitungan kelebihan pajak adalah :

a. kebenaran materiil tentang besarnya Pajak Penghasilan yang terutang;
b. keabsahan bukti-bukti pungutan dan bukti-bukti potongan pajak serta bukti pembayaran pajak oleh Wajib Pajak sendiri selama dan untuk tahun pajak yang bersangkutan.

Oleh karena itu untuk kepentingan pemeriksaan, Direktur Jenderal Pajak atau pejabat lain yang ditunjuk diberi wewenang untuk mengadakan pemeriksaan atas laporan keuangan, buku-buku, dan catatan lainnya serta pemeriksaan lain yang berkaitan dengan penentuan besarnya Pajak Penghasilan yang terutang, kebenaran jumlah pajak dan jumlah pajak yang telah dikreditkan dan untuk menentukan besarnya kelebihan pembayaran pajak yang harus dikembalikan.

Maksud pemeriksaan ini untuk memastikan bahwa uang yang akan dibayar kembali kepada Wajib Pajak sebagai restitusi itu adalah benar merupakan hak Wajib Pajak.

PPh Kurang Bayar – PPh Ps 29

Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar daripada kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) UU PPh, maka kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi selambat-lambatnya tanggal 25 (dua puluh lima) bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir, sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan."

Ketentuan Pasal ini mewajibkan Wajib Pajak untuk melunasi kekurangan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan Undang-undang ini sebelum Surat Pemberitahuan Tahunnan Pajak Penghasilan disampaikan. Apabila tahun buku sama dengan tahun takwim maka kekurangan pajak tersebut wajib dilunasi selambat-lambatnya tanggal 25 Maret setelah tahun pajak berakhir, sedangkan apabila tahun buku tidak sama dengan tahun takwim, misalnya dimulai tanggal 1 Juli sampai dengan 30 Juni, maka kekurangan pajak wajib dilunasi selambat-lambatnya tanggal 25 September.

Kamis, Juni 09, 2005

Perhitungan Penghasilan Kena Pajak - Part 1

Duhhh.... dah lama males nulis lagi nihh... pdhal banyak yang pingin ditulis. kemarin gara2 komputer rusak, file2 pada ilang, jadi tambah males dehh. :(. Gimana sih caranya spy tetap bisa konsisten..., spy ga males2 gitu... :)

Tulisan ini diambil dari bahan 'presentasi' IHT di BNI. kebetulan dapet tugas ngisi materi PPH Badan. hehehhe.. ada bagusnya jg nihh gara2 sibuks jd pas bagian ini ga sempet bikin slide di PPS, jd bisa dimasukin blog. Bagian2 lainnya ada di PPS... ga bisa upload ke blog.. euyy..

met baca aja dehh. any comments are highly apreciated.

Best Regards,
Triyani
-------------

PERHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK BAGI WP BADAN (1)

A. Kewajiban Pembukuan

Untuk mengetahui besarnya Penghasilan Kena Pajak, Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan.

Pembukuan didefinisikan sebagai : suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir.

Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Tidak diwajibkan melakukan pembukuan. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut diwajibkan melakukan pencatatan.

Pencatatan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan bebas meliputi peredaran atau penerimaan bruto dan penerimaan penghasilan lainnya, sedangkan bagi mereka yang semata-mata menerima penghasilan dari luar usaha dan pekerjaan bebas pencatatannya hanya mengenai penghasilan bruto, pengurang, dan penghasilan neto yang merupakan objek Pajak Penghasilan. Di samping itu pencatatan meliputi pula penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang dikenakan pajak yang bersifat final.

Selain dapat dihitung besarnya Pajak Penghasilan, pajak-pajak lainnya juga harus dapat dihitung dari pembukuan tersebut. Agar Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dapat dihitung dengan benar maka pembukuan harus mencatat juga jumlah harga perolehan atau nilai impor, jumlah harga jual atau nilai ekspor, jumlah harga jual dari barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, jumlah pembayaran atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan.

Dengan demikian pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain.

Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau di tempat tinggal bagi Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan bagi Wajib Pajak badan.


Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pembukuan :

• Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
• Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
• Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.
• Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku, harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
• Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
• Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan.

Prinsip Taat Azas

Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya, untuk mencegah penggeseran laba atau rugi. Prinsip taat asas dalam metode pembukuan misalnya dalam penerapan :
a. Stelsel pengakuan penghasilan;
b. Tahun buku;
c. Metode penilaian persediaan;
d. Metode penyusutan dan amortisasi


a. Stelsel Pengakuan Penghasilan dan Biaya

• Steslsel Akrual
Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar tunai. Termasuk dalam pengertian stelsel akrual adalah pengakuan penghasilan berdasarkan metode persentase tingkat penyelesaian pekerjaan yang umumnya dipakai di bidang konstruksi dan metode lainnya yang dipakai di bidang usaha tertentu seperti Build Operate and Transfer (BOT), Real Estate, dan lain-lain.

• Stelsel Kas
Stelsel kas adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai.
Menurut stelsel ini, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan, bila benar-benar telah diterima tunai dalam suatu periode tertentu, serta biaya baru dianggap sebagai biaya, bila benar-benar telah dibayar tunai dalam suatu periode tertentu.
Stelsel kas biasanya digunakan oleh perusahaan kecil orang pribadi atau perusahaan jasa misalnya transportasi, hiburan, restoran, yang tenggang waktu antara penyerahan jasa dan penerimaan pembayarannya tidak berlangsung lama.

Dalam stelsel kas murni, penghasilan dari penyerahan barang atau jasa ditetapkan pada saat diterimanya pembayaran dari langganan, dan biaya-biaya ditetapkan pada saat dibayarnya barang, jasa, dan biaya operasi lainnya. Dengan cara ini, pemakaian stelsel kas dapat mengakibatkan penghitungan yang mengaburkan terhadap penghasilan, yaitu besarnya penghasilan dari tahun ke tahun dapat disesuaikan dengan mengatur penerimaan kas dan pengeluaran kas.

Oleh karena itu untuk penghitungan Pajak Penghasilan dalam memakai stelsel kas harus memperhatikan hal-hal antara lain sebagai berikut :
1) Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan. Dalam menghitung harga pokok penjualan harus diperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan.
2) Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi.
3) Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas (konsisten).

Dengan demikian penggunaan stelsel kas untuk tujuan perpajakan dapat juga dinamakan stelsel campuran.

b. Prinsip Taat Azas

Pada dasarnya metode-metode pembukuan yang dianut harus taat asas, yaitu harus sama dengan tahun-tahun sebelumnya, untuk mencegah penggeseran laba atau rugi. Prinsip Taat azas dalam pembukuan misalnya dalam penerapan :
1) Penggunaan metode pengakuan penghasilan dan biaya (metode kas atau akrual),
2) Tahun Buku
3) metode penyusutan aktiva tetap dan amortisasi,
4) metode penilaian persediaan dan sebagainya.

Namun demikian, perubahan metode pembukuan masih dimungkinkan dengan syarat telah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak. Perubahan metode pembukuan harus diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak sebelum dimulainya tahun buku yang bersangkutan dengan menyampaikan alasan-alasan yang logis dan dapat diterima serta akibat-akibat yang mungkin timbul dari perubahan tersebut.

Perubahan metode pembukuan akan mengakibatkan perubahan dalam prinsip taat asas yang dapat meliputi perubahan metode dari kas ke akrual atau sebaliknya atau perubahan penggunaan metode pengakuan penghasilan atau pengakuan biaya itu sendiri. Misalnya dalam metode pengakuan biaya yang berkenaan dengan penyusutan aktiva tetap dengan menggunakan metode penyusutan tertentu.

Contoh :
Wajib Pajak dalam tahun 2002 menggunakan metode penyusutan garis lurus atau straight line method. Dalam tahun 2003 Wajib Pajak bermaksud mengubah metode penyusutan aktiva dengan menggunakan metode penyusutan saldo menurun atau declining balance method.
Untuk keperluan tersebut, Wajib Pajak harus minta persetujuan terlebih dahulu kepada Direktur Jenderal Pajak yang diajukan sebelum dimulainya tahun buku 2003 dengan menyebutkan alasan-alasan dilakukannya perubahan metode penyusutan dan akibat dari perubahan tersebut.

Selain itu, perubahan periode tahun buku juga berakibat berubahnya jumlah penghasilan atau kerugian Wajib Pajak, oleh karena itu perubahan tersebut juga harus mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak.

Tahun Pajak adalah sama dengan tahun takwim (tahun kalender) kecuali Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim.
Apabila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim, maka penyebutan Tahun Pajak yang bersangkutan menggunakan tahun yang di dalamnya termasuk 6 (enam) enam bulan pertama atau lebih.

Contoh :
a. Pembukuan 1 Juli 2002 sampai dengan 30 Juni 2003, tahun pajaknya adalah tahun 2002.
b. Pembukuan 1 Oktober 2002 sampai dengan 30 September 2003, tahun pajaknya adalah tahun 2003.

B. Rekonsiliasi/ Penyesuaian Fiskal.

Besarnya Penghasilan Kena Pajak dihitung dengan cara mengurangkan penghasilan yang menjadi obyek PPh (tidak final) dengan pengurangan yang diperbolehkan berdasarkan ketentuan pajak (Deductable Expenses) dan Rugi tahun-tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan.

Rekonsiliasi fiscal dilakukan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak. Hal ini karena adanya perbedaan kententuan dalam Standart Akuntansi Keuangan dan keputusan Manajemen (dasar pembukuan komersial) dengan ketentuan perpajakan. Perbedaan tersebut antara lain :
1) Perbedaan dalam Metode Penyusutan. Secara umum, ketentuan pajak hanya mengakui adanya dua metode penyusutan., metode garis lurus dan metode saldo menurun.
2) Adanya perbedaan dalam menentukan masa manfaat/ umur ekonomis Aktiva tetap. Dalam ketentuan pajak pengelompokan aktiva tetap telah ditetapkan secara “seragam” berdasarkan keputusan Menteri Keuangan. Tidak menutup kemungkinan kelompok aktiva tetap tersebut tidak sama dengan masa manfaat yang sebenarnya/berdasarkan keputusan manajemen.
3) Perbedaan dalam Metode penghitungan persediaan. Dalam ketentuan pajak hanya diijinkan untuk menghitung persediaan dengan metode rata-rata dan metode FIFO.
4) Adanya beban/biaya2 yang berdasarkan keputusan manajemen dan standart akuntansi keuangan dapat diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan, namun secara fiscal tidak dapat diperhitungkan atau hanya dapat diperhitungkan dengan syarat-syarat tertentu.
5) Adanya penghasilan yang telah dikenakan PPh tersendiri (PPh Final) dan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penghasilan tsb. Dalam akuntansi penghasilan dan biaya tersebut merupakan komponen penghasilan dan biaya yang tidak terpisah dalam laporan keuangan tersendiri.
6) Adanya Penghasilan yang bukan merupakan Obyek PPh.

C. Perhitungan Pajak terutang

Tarif PPh Untuk WP Badan Dalam Negeri dan BUT

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
sampai dengan Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) 10% (sepuluh persen)
di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) s.d. Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) 15% (lima belas persen)
di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) 30% (tiga puluh persen)

PPh Terutang dihitung dengan mengalikan tariff yang berlaku tersebut (Tarif Pasal 17) dengan Penghasilan Kena Pajak.

Contoh penghitungan pajak terutang untuk Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap :
Jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp. 250.000.000,00
Pajak Penghasilan terutang :
10% x Rp 50.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00
15% x Rp 50.000.000,00 = Rp. 7.500.000,00
30% x Rp 150.000.000,00 = Rp. 45.000.000,00
-------------- (+)
= Rp. 57.500.000,00

Untuk keperluan penerapan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) UU PPh, jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.

Contoh :
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 5.050.900,00 untuk penerapan tarif dibulatkan ke bawah menjadi Rp 5.050.000,00.

--------to be continue, Insya Allah----------------


Free shoutbox @ ShoutMix